Sabtu, 29 Juni 2013

DISPARITAS (PDRB) KABUPATEN PATI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang

Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikonomeia, yang merupakan gabungan kata, oikos yang artinya rumah tangga dan nomos artinya aturan, norma atau hukum. Jadi oikonomia adalah ilmu yang mengatur rumah tangga. Ilmu Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran adalah suatu keadaan di mana manusia dapat memenuhi kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa (M. Manulung, 1981). Adanya perkembangan pengetahuan dan teknologi, pengertian ekonomi mengalami pergeseran, yaitu ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat dalam usaha mencapai kemakmuran yang diharapkan (Winardi, 1979). Ilmu ekonomi timbul karena adanya keadaan di mana kebutuhan manusia tidak terbatas namun faktor produksinya terbatas sehingga jumlah barang dan jasa juga terbatas. Kebutuhan manusia tidak terbatas karena untuk bisa bertahan hidup manusia membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya. Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah sandang, pangan, dan papan. Seiring perkembangan zaman, kebutuhan manusia bertambah menjadi kesehatan, pendidikan, modal, tanah, lapangan pekerjaan, tenaga kerja dan sebaginya. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya ilmu ekonomi sebagai alat untuk merencanakan pembangunan di suatu daerah. Dalam perencanaan wilayah dan kota dibutuhkan analisis yang menggunakan disiplin ilmu ekonomi, karena dalam pengembangan suatu wilayah tidak hanya melihat hasilnya, melainkan juga proses perencanannya. Penerapan ilmu ekonomi yang optimal dalam proses perencanaan  suatu wilayah, akan sangat berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Dengan begitu perencana dapat mengetahui kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk daerah agar dapat terpenuhi, serta potensi-potensi yang dimiliki daerah tersebut untuk dapat berkembang menjadi sebuah wilayah makmur dan sejahtera.
Untuk merencanakan pembangunan suatu daerah, bahkan suatu negara sekalipun, seorang perencana harus merencanakan segala sesuatu dalam segala aspek, terutama aspek ekonomi. Karena pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah indikator utama yang digunakan sebagai indikator maju atau tidaknya suatu daerah ataupun negara. Selain itu, agar tujuan perencanaan dapat tercapai sesui dengan harapan dan juga tepat pada sasaran, untuk merencanakan pembangunan ekonomi dan mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah memerlukan data-data statistik guna merencanakan strategi, mengambil keputusan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai sebelumnya. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah dalam suatu periode tertentu dan memperlihatkan pertumbuhan perekonomian regional suatu wilayah, sehingga dapat dimanfaatkan dalam melakukan evaluasi ataupun kajian untuk merencanakan pembangunan wilayah atau kota.
Ketimpangan antarwilayah Indonesia terlihat jelas, terutama desa maupun daerah lain yang terpencil. Ketimpangan wilayah tersebut salah satu penghambat pembangunan nasional. Salah satu cara untuk memperkecil ketimpangan antarwilayah adalah pemerataan  pembangunan di segala spek, terutama aspek ekonomi di wilayah-wilayah tertinggal. Indeks Williamson merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk menghitung tingkat ketimpangan antar wilayah. Makalah ini membahas perkembangan ekonomi regional dan disparitas Kabupaten Pati dengan  Provinsi Jawa Tengah menggunakan data time series.
  

1.2.         Perumusan Masalah

Kesenjangan antarwilayah di Indonesia yang tak kunjung berakhir di daerah yang kurang maju, sperti Kabupaten Pati yang akan dijadikan landasan pembahasan, yaitu seberapa besar tingkat disparitas pendapatan antara Kabupaten Pati dengan Provinsi Jawa Tengah tahun 2007–2011.

1.3           Tujuan dan Sasaran

1.3.1       Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:
1.  Menganalisis besarnya tingkat ketimpangan pendapatan regional dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati pada kurun waktu 2007-2011 menggunakan Indeks WilliamsonProvinsi Jawa Tengah dengan Kabupaten Pati.
2.   Menganalisis sektor PDRB yang paling berperan dalam pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati.

1.3.2      Sasaran

Adapun sasaran dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a.    Mengidentifikasikan karakteristik wilayah studi yaitu Kabupaten Pati.
b.    Mengidentifikasikan indikator ekonomi makro (PDRB) di Kabupaten Pati, dengan pencarian data melalui Instansi Pemerintah atau sumber data lainnya.
c.    Menghitung Indeks Williamson menggunakan data PDRB per kapita time series (2007-2011) Kabupaten Pati dan Provinsi Jawa Tengah
d.     Menganalisis data-data dan informasi (terutama sektor ekonomi yang paling berpengaruh) yang telah dikumpulkan, kemudian dievaluasi dari sudut pandang ekonomi.
e.    Menginterpretasikan tingkat ketimpangan pendapatan dan sektor ekonomi yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pati berdasarkan data time series.
f.     Memberikan rekomendasi sebagai arahan kebijakan pemerintah dan swasta dalam pengembangan PDRB dan sektor-sektor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan analisis Indeks Williamson.

1.4       Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penyusunan laporan ini terbagi menjadi dua yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi.

1.4.1   Ruang Lingkup Wilayah

           Ruang lingkup wilayah studi laporan pengantar ekonomi ini adalah Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kabupaten Pati terletak diantara 1100, 50’ - 1110, 15’ BT (bujur timur) dan 60, 25’ – 70,00’ LS (lintang selatan). Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 ha, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:
o    Sebelah utara : dibatasi wilayah Kab. Jepara dan Laut Jawa.
o    Sebelah barat : dibatasi wilayah Kab. Kudus dan Kab. Jepara
o    Sebelah selatan : dibatasi wilayah Kab. Grobogan dan Kab. Blora
o    Sebelah timur : dibatasi wilayah Kab. Rembang dan Laut Jawa

1.4.2   Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi dalam laporan ini menitikberatkan pada perkembangan indikator ekonomi makro terutama Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam kurun waktu lima tahun, yaitu tahun 2007 - 2011 yang meliputi data PDRB atas dasar harga berlaku, laju PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB perkapita, dan jumlah penduduk pertengahan tahun, baik data Kabupaten Pati maupun data Provinsi Jawa Tengah.

1.5       Sistematika Penulisan

Laporan Pengantar Ekonomi di wilayah Kabupaten Pati ini memiliki empat bab, yaitu  Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Teori, Bab III Pembahasan, dan Bab IV Penutup yang tersusun secara sistematik sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup pembahasan yaitu Kabupaten Pati dan sistematika penulisan. Bab ini menjelaskan mengenai alasan mendasar pengambilan wilayah studi di Kabupaten Pati.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini berisi kajian teori mengenai pertumbuhan ekonomi regional yang erat kaitannya dengan ketimpangan wilayah di Indonesia dan hal-hal yang mempengaryhi tingkat disparitas suatu wilayah.
BAB III PEMBAHASAN
Berisi tentang analisis dan pembahasan yang mengenai laporan pengantar ekonomi, berupa pengertian dan hasil-hasil yang berhubungan dengan PDRB dan Analisis Indeks Williamson.
BAB IV PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan rekomendasi untuk wilayah studi yang dibahas.


BAB II
KAJIAN TEORI
2.1.         Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Regional
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999 : 108). Pembangunan regional pada dasarnya adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (factor returns) dalam daerah di batasi secara jelas. Laju pertumbuhan dari daerah-daerah biasanya di ukur menurut output atau tingkat pendapatan. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang lebih baik,identifikasipasar-pasarbaru, dan transformasi pengetahuan (Adisasmita 2005 dalam Manik, 2009 : 32).
Pertumbuhan ekonomi wilayah adala pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi (Tarigan, 2005 : 46). Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riel, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.
Pertumbuhan regional adalah produk dari banyak faktor, sebagian bersifat intern dan sebagian lagi bersifat ekstern dan sosio politik. Fakto-faktor yang berasal dari daerah itu sendiri meliputu distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal sedangkan salah satu penentu ekstern yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan daerah tersebut.
Pertumbuhan ekonomi daerah yang berbeda-beda intensitasnya akan menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar daerah. Myrdal (1968) dan Friedman (1976) menyebutkan bahwa pertumbuhan atau perkembangan daerah akan menuju kepada divergensi.

2.2.             Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah dalam suatu periode tertentu yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan tersebut. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruhunit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilakn oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Data PDRB berupa data PDRB atas dasar harga konstan dan PDRB atas dasar harga berlaku. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, yang digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar, dugunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Besar kecilnya angka PDRB suatu daerah dipengaruhi oleh tersedianya potensi sumber daya alam dan faktor-faktor produksi yang berhasil dimanfaatkan. Dengan data PDRB tersebut terlihat jelas pertumbuhan perekonomian regional suatu wilayah, sehingga perencana dapat memanfaatkan data tersebut dalam melakukan evaluasi ataupun kajian untuk merencanakan pembangunan wilayah atau kota.

2.3.             Disparitas Antar Wilayah
Ketimpangan atau disparitas pembanguna antar wilayah merupakan aspek yang umum dalam kegiatan ekonomi suatu daerah yang pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam dan kondisi  demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Menurut pandangan Williamson (1965) dalam Delis (2008) pertumbuhan tidak selalu terjadi secara merata pada semua wilayah.   Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang (Underdeveloped Region). Terjadi ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu aspek ketimpangan pembangunan antar wilayah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan derah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Ketimpangan pembangunan dapat terjadi apa bila pendapatan dan pengeluaran Nasional suatu Negara tidak seimbang sedangkan faktor modal atau Investasi mengalami kemerosotan, di samping faktor keamanan dan stabilitas ekonomi suatu Negara. Selain itu tingginya tingkat pengangguran juga berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi di suatu daerah.

2.2.1          Penyebab Disparitas Antar Wilayah
menurut Emilia dan Imelia (2006) dalam buku Modul Ekonomi Regional faktor-faktor penyebab ketimpangan pembangunan ekonomi adalah:
  1. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi tinggi cenderung tumbuh pesat dibandingkan daerah yang tingkat konsentrasi ekonomi rendah cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
  1. Alokasi Investasi
Berdasarkan teori Pertumbuhan Ekonomi dari Harrod Domar menerangkan bahwa adanya korelasi positip antara tingkat Investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya Investasi disuatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan kegiatan ekonomi yang produktif.
  1. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antarwilayah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapital antar wilayah merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Hubungan antara faktor produksi dan kesenjangan pembangunan atau pertumbuhan antar wilayah dapat di jelaskan dengan pendekatan mekanisme pasar. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan perbedaan pendapatan perkapita antar wilayah dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output atau input bebas.
  1. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)  Antar Wilayah
Menurut Kaum Klassik Pembangunan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin SDA. Dalam arti SDA dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan selain itu diperlukan fakor-faktor lain yang sangat penting yaitu teknologi dan SDM
  1. Perbedaan Kondisi Demografi Antar Wilayah
Ketimpangan Ekonomi Regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis antar wilayah. Terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Dilihat dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi, etos kerja tinggi merupakan aset penting bagi produksi
  1. Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Wilayah
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah (intra-trade) merupakan unsur menciptakan ketimpangan ekonomi regional. Tidak lancarnya Intra-trade disebabkan : Keterbatasan transportasi dan komunikasi. Tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah melalui sisi permintaan dan sisi penawaran. Sisi permintaan : kelangkaan akan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi permintaan pasar terhadap kegiatan ekonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang jasa tersebut. Sisi penawaran, sulitnya mendapat barang modal, input antara, bahan baku atau material lain yang dapat menyebabkan kegiatan ekonomi suatu wilayah akan lumpuh dan tidak beroperasi optimal.



BAB III
PEMBAHASAN



2.1           Identifikasi Kondisi Wilayah Studi

Ruang lingkup wilayah studi laporan pengantar ekonomi ini adalah Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kabupaten Pati merupakan salah satu dari tiga puluh lima (35)  kabupaten / kota di  Provinsi Jawa Tengah. Salah satu daerah pesisir Laut Jawa. Terletak di bagian timur  Provinsi Jawa Tengah dan terletak diantara 1100, 50’ - 1110, 15’ BT (bujur timur) dan 60, 25’ – 70,00’ LS (lintang selatan). Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 ha, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:
o  Sebelah utara : dibatasi wilayah Kab. Jepara dan Laut Jawa.
o  Sebelah barat : dibatasi wilayah Kab. Kudus dan Kab. Jepara
o  Sebelah selatan : dibatasi wilayah Kab. Grobogan dan Kab. Blora
o  Sebelah timur : dibatasi wilayah Kab. Rembang dan Laut Jawa

2.2          Metode Analisis Indeks Williamson

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis ketimpangan (disparitas) pendapatan regional dengan menggunakan Indeks Williamson. Secara ilmu statistik, Indeks Williamson sebenarnya adalah coefficient off variation yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perbedaan. Istilah Williamson indeks muncul sebagai penghargaan kepada Jeffrey G. Williamson yang mula-mula mengunakan teknik ini untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Alasanya jelas karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antar kelompok. Hasil perhitungan menggunakan Indeks Williamson akan menghasilkan angka indeks yang lebih besar atau sama dengan nol  dan lebih kecil dari satu (0≤IW≥1). Jadi, jika angka indeks sama dengan nol (0), maka tidak terjadi ketimpangan ekonomi antardaerah yang dikaji. Angka indeks yang lebih besar dari nol menunjukan adanya ketimpangan antardaerah wilayah studi. Semakin mendekati angka satu (1) menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan ekonomi daerah tersebut semakin tinggi dan belum meratanya pendapatan perkapita maupun pembangunan di wilayah tersebut.         Walaupun Indeks Williamson digunakan untuk mengukur ketimpangan, namun tetap memiliki kelemahan karena sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam perhitungan. Indeks Williamson menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar. Alasanya jelas karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antar kelompok. Dengan menggunakan pendekatan Indeks Williamson dalam laporan ini, dapat diketahui ada tidaknya disparitas wilayah studi, yaitu Kabupaten Pati dengan Provinsi Jawa Tengah menggunakan formula berikut:


Keterangan:
IW           : Nilai Disparitas Pendapatan antar Kabupaten/Kota
Y1            : Pendapatan Perkapita di Kabupaten/Kota i
Y              : Pendapatan Perkapita di Provinsi Jawa Tengah
Fi             : Jumlah Penduduk di Kabupaten/Kota
N             : Jumlah Penduduk di Provinsi Jawa Tengah

Ketentuan menurut Oshima (BPS, Pemerataan Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Jawa Tengah, 2000):
o    Ketimpangan Tinggi jika IW > 0,5
o     Ketimpangan Sedang jika IW = 0,35 – 0,5
o    Ketimpangan Rendah jika IW < 0,35.

2.3          Pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati

PDRB digunakan sebagai data dasar dalam perhitungan Indeks Williamson untuk mengetahui tingkat ketimpangan suatu daerah. Ada sembilan sektor dalam PDRB yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB dan ketimpangan di wilayah tersebut, yaitu sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air minum; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengankutan dan komunikasi; keuangan, persewaan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Dalam laporan ini wilayah studi adalah Kabupaten Pati. Berikut adalah PDRB Kabupaten Pati atas dasar harga berlaku selama kurun waktu 2007-20011.
                                                                       Tabel III.1
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
(Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1.
Pertanian
2.369.284,20
2.730.670,01
2.973.670,71
3.394.613,06
3.764.357,74
2.
Pertambangan dan Penggalian
48.569,58
54.766,34
59.812,45
65.865,69
74.270,50
3.
Industri Penggolahan
1.211.926,65
1.373.797,11
1.473.742,04
1.631.077,34
1.814.159,05
4.
Listrik, Gas dan Air Bersih
126.055,95
142.174,25
156.832,78
172.160,81
188.954,10
5.
Bangunan
397.605,10
461.429,17
511.134,00
561.225,13
628.188,80
6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran
1.270.757,32
1.446.039,44
1.584.903,06
1.746.651,33
1.985.349,84
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
325.837,53
388.318,20
413.519,62
454.322,48
505.470,73
8.
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
426.207,21
482.808,22
524.132,08
578.891,55
626.016,01
9.
Jasa-Jasa
541.562,29
625.216,74
688.825,50
780.703,30
869.587,88
PDRB
6.717.815,82
7.705.219,45
8.386.572,24
9.385.510,68
10.456.354,64
Sumber: PDRB Kabupaten Pati Tahun 2011

Grafik III.1
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
Sumber: Hasil Analisis Nisa Ayunda Kelas A, 2013

2.4          Tingkat Disparitas Kabupaten Pati dengan Menggunakan Indeks Williamson

Besar kecilnya ketimpangan di Kabupaten Pati dipengaruhi oleh PDRB per kapita dan jumlah penduduk. Angka indeks ketimpangan ini menggambarkan tentang kondisi dan perkembangan ekonomi Kabupaten Pati. Pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan di wilayah studi melalui pendekatan Indeks Williamson. Semakin mendekati angka nol, tingkat ketimpangan semakin kecil. Sebaliknya jika angka indeks mendekati angka satu, tingkat ketimpangan akan semakin tinggi. Berikut adalah tabel PDRB per kapita Kabupaten Pati dan PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah tahun2007-2011 disertai dengan jumlah penduduknya yang digunakan untuk perhitungan Indeks Williamson. Berikut adalah tabel PDRB perkapita dan jumlah penduduk pertengahan tahun Kabupaten Pati dan Privinsi Jawa Tengah atas dasar harga berlaku tahu 2007-20011
Tabel III.2
PDRB Per Kapita Kabupaten Pati Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2011
Nilai Absolut
2007
2008
2009
2010
2011
PDRB Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
6.295.930,94
7.000.481,89
7.942.655,08
9.404.703,89
10.720.957,11
Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun
1.183.771
1.186.362
1.188.834
1.190.993
1.192.651
PDRB Per Kapita Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
5.674.928,53
6.494.826,95
7.054.451,88
7.880.407,93
8.767.321,40
 Sumber: PDRB Kabupaten Pati Tahun 2011

Tabel III.3
PDRB Per Kapita Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2011
Nilai Absolut
2007
2008
2009
2010
2011
PDRB Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
312.428.807,09
367.135.954,90
397.903.943,75
444.396.468,19
4.986.146.363,36
Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun
32.380.279
32.186.117
32.289.825
32.382.657
32.427.751
PDRB Per Kapita Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
9.648.737,34
11.406.655,70
12.322.889,45
13.723.286,15
15.376.170,75
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2009 dan PDRB Jawa TengahTahun 2011

Tabel III.4
Indeks Williamson Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
Tahun
IW
2007
0,078746
2008
0,082672
Tahun
IW
2009
0,082035
2010
0,081652
2011
0,082428
                                                                          Sumber: Hasil Analisis Nisa Ayunda Kelas A, 2013

Grafik III.2
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
Sumber: Hasil Analisis Nisa Ayunda Kelas A, 2013

                Berdasarkan tabel dan grafik Indeks Williamson di atas, tingkat ketimpangan di Kabupaten Pati tahun 2007-2011 rendah, karena selama kurun waktu tersebut tidak melebihi 0,35. Walaupun pada awalnya angka indeks Williamson yang paling rendah adalah pada tahun 2007 sebesar 0,0788 yang kemudian mengalami peningkatan menjadi 0,0827 pada tahun 2008. Kemudian menurun menjadi 0,0820 pada tahun 2009, turun menjadi 0,0816 pada tahun 2010. Tahun 2011 angka indeksnya meingkat lagi menjadi 0,0824. Jadi, rata-rata angka indeks Williamson Kabupaten Pati  adalah 0,08. Hasil perhitungan indeks ini menunjukkan pertumbuhan dan pembangunan, khususnya dalam bidang ekonomi di Kabupaten Pati cukup baik, serta pendistribusian pendapatan lebih merata. Meskipun fluktuasi yang terjadi berselisih sekitar 0,01, trend angka indeks tetap harus diperhatikan agar dapat mengantisipasi untuk tidak terjadi kenaikkan terus-menerus yang dapat mengakibatkan ketimpangan di Kabupaten Pati.

2.5          Peran dan Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Disparitas di Kabupaten Pati

Sesuai dengan kondisi Kabupaten Pati yang merupakan wilayah agraris, maka pertumbuhan ekonominya sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian. Luas wilayah Kabupaten Pati adalah 150.368 ha yang terdiri dari 58.448 ha lahan sawah dan 91.920 ha lahan bukan sawah, yang berarti luas lahan pertaniannya mencapai 38,87% dari luas seluruh wilayah Kabupaten Pati.  Untuk mengetahui seberapa jauh sektor pertanian memberikan andil yang cukup besar terhadap disparitas Kabupaten Pati, berikut adalah tabel perbandingan yang menyajikan Indeks Williamson Kabupaten Pati dengan sektor pertanian dan juga Indeks Williamson Kabupaten Pati tanpa sector pertanian selama kurun waktu 2007-2011:
Tabel 3.5
Indeks Williamson Dengan dan Tanpa
Sektor Pertanian 
Kabupaten Pemalang Tahun 2006-2008
Tahun
Dengan Sektor Pertanian
Tanpa Sektor Pertanian
2007
0,078746
0,129709
2008
0,082672
0,132499
2009
0,082035
0,132244
2010
0,081652
0,132756
2011
0,082428
0,133099
 Sumber: Hasil Analisis Nisa Ayunda Kelas A, 2013
Gambar 2.1
Grafik Disparitas dengan dan tanpa sektor pertanian
Sumber: Hasil Analisis Nisa Ayunda  Kelas A, 2013

        Dari tabel dan grafik diatas, diketahui bahwa dengan adanya sektor pertanian, disparitas yang terjadi antar Kabupaten Pati dengan Provinsi Jawa Tengah rendah karena  angka indeksnya masih di bawah 0,35. Apabila dari PDRB Kabupaten Pati dihilangkan sektor pertaniannya, maka dalam perhitungan indeks Williamson rata-rata angkanya mencapai 0,13. Angka indeks yang semula 0,08 menjadi 0,13 menandakan bahwa tanpa sektor pertanian, disparitas antara Kabupaten Pati dengan Kabupaten Pemalang bertambah. Hal tersebut dikarenakan sektor yang dominan adalah sektor pertanian, karena notabenenya Kabupaten Pati adalah daerah agraris. Nmaun, disparitas tersebut masih kategori rendah karena kurang dari 0,35. Ketimpangan yang bertambah, menunjukkan bahwa di Kabupaten Pati terjadi pula ketimpangan pendapatan, yang memicu timbulnya kemiskinan. Kemiskinan tersebut terdapat pada sektor yang pendapatan perkapitanya lebih rendah daripada sektor pertanian.























BAB IV
KESIMPULAN



Hasil perhitungan Index Williamson dengan ataupun tanpa sektor pertanian menunjukkan adanya disparitas di Kabupaten Pati. Tanpa sektor pertanian, disparitas yang terjadi menjadi lebih besar. Hal itu menjadi rekomendasi terhadap masyarakat dan pemerintah Daerah untuk lebih mengoptimalkan dan memperkuat perekonomian daerah terutama melalui sektor pertanian karena sesuai dengan karakteristik daerah dan masyarakatnya, agar pembangunan ekonomi daerah semakin pesat demi menunjang dan memperbaiki perekonomian masyaraka di Kabupaten Pati.






3 komentar:

  1. salam kenal.. saya akbar.
    saya mau tanya apakah pembukuan data2 PDRB di Kab Pati tercatat dengan rapi di dinas terkait??
    mohon jawabannya kalau berkenan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya rapi, tapi ada juga data yang gak ada

      Hapus
  2. salam kenal,,saya budi..mau tanya,,klo penghitungan PDRB Pati dari sektor kehutanan gimana caranya ya? dia kan sub sektor dari sektor pertanian. mohon jawabannya klo berkenan. terima kasih

    BalasHapus