BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikonomeia, yang merupakan gabungan
kata, oikos yang artinya
rumah tangga dan nomos artinya aturan, norma atau hukum. Jadi
oikonomia adalah ilmu yang mengatur rumah tangga. Ilmu Ekonomi adalah
suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai
kemakmuran. Kemakmuran adalah suatu keadaan di mana manusia dapat memenuhi
kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa (M. Manulung, 1981). Adanya perkembangan pengetahuan dan
teknologi, pengertian ekonomi mengalami pergeseran, yaitu ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat dalam usaha mencapai kemakmuran
yang diharapkan (Winardi, 1979). Ilmu ekonomi timbul karena adanya
keadaan di mana kebutuhan manusia tidak terbatas namun faktor produksinya
terbatas sehingga jumlah barang dan jasa juga terbatas. Kebutuhan manusia tidak
terbatas karena untuk bisa bertahan hidup manusia membutuhkan barang dan jasa
untuk mempertahankan hidupnya. Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah
sandang, pangan, dan papan. Seiring perkembangan zaman, kebutuhan manusia
bertambah menjadi kesehatan, pendidikan, modal, tanah, lapangan pekerjaan,
tenaga kerja dan sebaginya. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya
ilmu ekonomi sebagai alat untuk merencanakan pembangunan di suatu daerah. Dalam
perencanaan wilayah dan kota dibutuhkan analisis yang menggunakan disiplin ilmu
ekonomi, karena dalam pengembangan suatu wilayah tidak hanya melihat hasilnya,
melainkan juga proses perencanannya. Penerapan ilmu ekonomi yang optimal dalam
proses perencanaan suatu wilayah, akan
sangat berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Dengan begitu perencana dapat mengetahui kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk
daerah agar dapat terpenuhi, serta potensi-potensi yang dimiliki daerah
tersebut untuk dapat berkembang menjadi sebuah wilayah makmur dan sejahtera.
Untuk merencanakan pembangunan suatu daerah, bahkan suatu
negara sekalipun, seorang perencana harus merencanakan segala sesuatu dalam
segala aspek, terutama aspek ekonomi. Karena pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi adalah indikator utama yang digunakan sebagai indikator maju atau
tidaknya suatu daerah ataupun negara. Selain itu, agar tujuan perencanaan dapat tercapai
sesui dengan harapan dan juga tepat pada sasaran, untuk merencanakan pembangunan ekonomi dan mengukur
pertumbuhan ekonomi suatu daerah memerlukan data-data statistik guna
merencanakan strategi, mengambil keputusan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan
yang telah dicapai sebelumnya. Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui
kondisi ekonomi suatu wilayah dalam suatu periode tertentu dan memperlihatkan pertumbuhan
perekonomian regional suatu wilayah, sehingga dapat dimanfaatkan dalam melakukan evaluasi ataupun kajian untuk merencanakan pembangunan wilayah atau kota.
Ketimpangan
antarwilayah Indonesia terlihat jelas, terutama desa maupun daerah
lain yang terpencil. Ketimpangan wilayah tersebut
salah satu penghambat pembangunan nasional. Salah satu cara untuk
memperkecil ketimpangan antarwilayah adalah pemerataan pembangunan di
segala spek, terutama aspek ekonomi di wilayah-wilayah
tertinggal. Indeks Williamson merupakan salah satu pendekatan yang digunakan
untuk menghitung tingkat ketimpangan antar wilayah. Makalah ini membahas perkembangan ekonomi regional
dan disparitas Kabupaten Pati dengan Provinsi Jawa Tengah menggunakan data time series.
1.2.
Perumusan Masalah
Kesenjangan
antarwilayah di Indonesia yang tak kunjung berakhir di daerah
yang kurang maju, sperti Kabupaten Pati yang akan
dijadikan landasan pembahasan, yaitu
seberapa besar tingkat disparitas pendapatan antara Kabupaten Pati dengan Provinsi
Jawa
Tengah tahun 2007–2011.
1.3
Tujuan dan Sasaran
1.3.1
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini antara lain:
1. Menganalisis besarnya tingkat ketimpangan
pendapatan regional dan
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati pada kurun waktu 2007-2011 menggunakan
Indeks WilliamsonProvinsi Jawa Tengah dengan Kabupaten Pati.
2. Menganalisis sektor PDRB yang paling berperan
dalam pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati.
1.3.2
Sasaran
Adapun
sasaran dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasikan
karakteristik wilayah studi yaitu Kabupaten Pati.
b. Mengidentifikasikan
indikator ekonomi makro (PDRB) di Kabupaten Pati, dengan pencarian data melalui Instansi Pemerintah
atau sumber data lainnya.
c. Menghitung Indeks
Williamson menggunakan data PDRB per kapita time
series (2007-2011) Kabupaten Pati dan Provinsi Jawa Tengah
d. Menganalisis data-data dan informasi (terutama
sektor ekonomi yang paling berpengaruh) yang telah dikumpulkan, kemudian
dievaluasi dari sudut pandang ekonomi.
e. Menginterpretasikan
tingkat ketimpangan pendapatan dan sektor ekonomi yang paling berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pati berdasarkan data time
series.
f. Memberikan rekomendasi
sebagai arahan kebijakan pemerintah dan swasta dalam pengembangan PDRB dan
sektor-sektor yang berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan
analisis Indeks Williamson.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penyusunan laporan ini terbagi
menjadi dua yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi.
1.4.1 Ruang Lingkup
Wilayah
Ruang
lingkup wilayah studi laporan
pengantar ekonomi ini adalah
Kabupaten
Pati, Jawa Tengah. Kabupaten
Pati terletak
diantara 1100, 50’ - 1110, 15’ BT (bujur
timur) dan
60, 25’ – 70,00’ LS (lintang
selatan). Kabupaten Pati mempunyai
luas wilayah 150.368 ha, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:
o
Sebelah
utara : dibatasi wilayah Kab. Jepara dan Laut Jawa.
o
Sebelah
barat : dibatasi wilayah Kab. Kudus dan Kab. Jepara
o
Sebelah
selatan : dibatasi wilayah Kab. Grobogan dan Kab. Blora
o
Sebelah
timur : dibatasi wilayah Kab. Rembang dan Laut Jawa
1.4.2 Ruang Lingkup
Materi
Ruang lingkup
materi dalam laporan ini menitikberatkan pada perkembangan indikator ekonomi
makro terutama Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam kurun waktu lima
tahun, yaitu tahun 2007 - 2011 yang meliputi data PDRB atas dasar harga berlaku,
laju PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB perkapita, dan jumlah penduduk
pertengahan tahun, baik data Kabupaten Pati maupun data Provinsi Jawa Tengah.
1.5 Sistematika Penulisan
Laporan
Pengantar Ekonomi di wilayah Kabupaten Pati ini memiliki empat bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Teori, Bab
III Pembahasan, dan Bab IV Penutup yang tersusun secara sistematik sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi
tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup
pembahasan yaitu Kabupaten Pati dan
sistematika penulisan. Bab ini menjelaskan mengenai alasan mendasar pengambilan
wilayah studi di Kabupaten Pati.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini berisi kajian teori mengenai
pertumbuhan ekonomi regional yang erat kaitannya dengan ketimpangan wilayah di
Indonesia dan hal-hal yang mempengaryhi tingkat disparitas suatu wilayah.
BAB III PEMBAHASAN
Berisi
tentang analisis dan pembahasan yang mengenai laporan pengantar ekonomi, berupa
pengertian dan hasil-hasil yang berhubungan dengan PDRB dan
Analisis Indeks Williamson.
BAB IV PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan rekomendasi untuk
wilayah studi yang dibahas.
2.1. Teori
Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Regional
Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya
mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan
antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut (Arsyad, 1999 : 108). Pembangunan regional pada dasarnya
adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu
set variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal
tenaga, dan imbalan bagi faktor (factor
returns) dalam daerah di batasi secara jelas. Laju pertumbuhan dari daerah-daerah
biasanya di ukur menurut output atau tingkat pendapatan. Pembangunan ekonomi
daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan
institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga
kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang lebih baik,identifikasipasar-pasarbaru,
dan transformasi pengetahuan (Adisasmita 2005 dalam Manik, 2009 : 32).
Pertumbuhan
ekonomi wilayah adala pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang
terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added)
yang terjadi (Tarigan, 2005 : 46). Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya
dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu
kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus
dinyatakan dalam nilai riel, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pendapatan
wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di
daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti
secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu
wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah
tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian
pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar
wilayah.
Pertumbuhan
regional adalah produk dari banyak faktor, sebagian bersifat intern dan
sebagian lagi bersifat ekstern dan sosio politik. Fakto-faktor yang berasal
dari daerah itu sendiri meliputu distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga
kerja, modal sedangkan salah satu penentu ekstern yang penting adalah tingkat
permintaan dari daerah-daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan daerah
tersebut.
Pertumbuhan
ekonomi daerah yang berbeda-beda intensitasnya akan menyebabkan terjadinya
ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar daerah.
Myrdal (1968) dan Friedman (1976) menyebutkan bahwa pertumbuhan atau
perkembangan daerah akan menuju kepada divergensi.
2.2.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi
ekonomi suatu wilayah dalam suatu periode tertentu yang dapat dijadikan sebagai
acuan dalam perencanaan tersebut. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai
tambah yang dihasilkan oleh seluruhunit usaha dalam suatu wilayah, atau
merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilakn oleh
seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Data PDRB berupa data PDRB atas dasar
harga konstan dan PDRB atas dasar harga berlaku. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada
setiap tahun, yang digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi.
Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar,
dugunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Besar
kecilnya angka PDRB suatu daerah dipengaruhi oleh tersedianya potensi sumber
daya alam dan faktor-faktor produksi yang berhasil dimanfaatkan. Dengan data
PDRB tersebut terlihat jelas pertumbuhan perekonomian regional suatu wilayah,
sehingga perencana dapat memanfaatkan data tersebut dalam melakukan evaluasi
ataupun kajian untuk merencanakan pembangunan wilayah atau kota.
2.3.
Disparitas
Antar Wilayah
Ketimpangan atau disparitas pembanguna antar wilayah merupakan aspek yang umum
dalam kegiatan ekonomi suatu daerah yang pada dasarnya disebabkan oleh adanya
perbedaan kandungan sumberdaya alam dan kondisi demografi yang
terdapat pada masing-masing wilayah. Menurut
pandangan Williamson (1965) dalam Delis (2008) pertumbuhan tidak selalu terjadi
secara merata pada semua wilayah. Akibat
dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan
juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap
daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed
Region) dan wilayah terbelakang (Underdeveloped
Region). Terjadi ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap
tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu aspek ketimpangan
pembangunan antar wilayah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap formulasi
kebijakan pembangunan derah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Ketimpangan pembangunan dapat terjadi
apa bila pendapatan dan pengeluaran Nasional suatu Negara tidak seimbang
sedangkan faktor modal atau Investasi mengalami kemerosotan, di samping faktor
keamanan dan stabilitas ekonomi suatu Negara. Selain itu tingginya tingkat
pengangguran juga berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi di suatu daerah.
2.2.1
Penyebab
Disparitas Antar Wilayah
menurut
Emilia dan Imelia (2006) dalam buku Modul Ekonomi Regional faktor-faktor
penyebab ketimpangan pembangunan ekonomi adalah:
- Konsentrasi Kegiatan Ekonomi
Wilayah
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan
antar daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi tinggi cenderung tumbuh
pesat dibandingkan daerah yang tingkat konsentrasi ekonomi rendah cenderung
mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
- Alokasi Investasi
Berdasarkan teori Pertumbuhan Ekonomi dari Harrod Domar
menerangkan bahwa adanya korelasi positip antara tingkat Investasi dan laju
pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya Investasi disuatu wilayah membuat
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah
tersebut rendah karena tidak ada kegiatan kegiatan ekonomi yang produktif.
- Tingkat Mobilitas Faktor Produksi
yang Rendah Antarwilayah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga
kerja dan kapital antar wilayah merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi
regional. Hubungan antara faktor produksi dan kesenjangan pembangunan atau
pertumbuhan antar wilayah dapat di jelaskan dengan pendekatan mekanisme pasar.
Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan perbedaan pendapatan
perkapita antar wilayah dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output atau input
bebas.
- Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA) Antar Wilayah
Menurut Kaum Klassik Pembangunan ekonomi di daerah
yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di
daerah yang miskin SDA. Dalam arti SDA dilihat sebagai modal awal untuk
pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan selain itu diperlukan
fakor-faktor lain yang sangat penting yaitu teknologi dan SDM
- Perbedaan Kondisi Demografi Antar
Wilayah
Ketimpangan Ekonomi Regional di
Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis antar wilayah.
Terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk,
pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Dilihat dari sisi
permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan
pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari
sisi penawaran jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang
baik, disiplin yang tinggi, etos kerja tinggi merupakan aset penting bagi
produksi
- Kurang Lancarnya Perdagangan Antar
Wilayah
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah (intra-trade)
merupakan unsur menciptakan ketimpangan ekonomi regional. Tidak lancarnya
Intra-trade disebabkan : Keterbatasan transportasi dan komunikasi. Tidak
lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah melalui sisi permintaan dan sisi penawaran.
Sisi permintaan : kelangkaan akan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi
permintaan pasar terhadap kegiatan ekonomi lokal yang sifatnya komplementer
dengan barang jasa tersebut. Sisi penawaran, sulitnya mendapat barang modal,
input antara, bahan baku atau material lain yang dapat menyebabkan kegiatan
ekonomi suatu wilayah akan lumpuh dan tidak beroperasi optimal.
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi
Kondisi Wilayah Studi
Ruang lingkup wilayah studi laporan pengantar
ekonomi ini adalah Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kabupaten Pati merupakan salah satu dari tiga puluh lima
(35) kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah. Salah satu
daerah pesisir Laut Jawa. Terletak di bagian timur Provinsi Jawa Tengah dan terletak diantara 1100, 50’ -
1110, 15’ BT (bujur
timur) dan
60, 25’ – 70,00’ LS (lintang
selatan). Kabupaten Pati mempunyai
luas wilayah 150.368 ha, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:
o Sebelah utara : dibatasi
wilayah Kab. Jepara dan Laut Jawa.
o Sebelah barat : dibatasi
wilayah Kab. Kudus dan Kab. Jepara
o Sebelah selatan :
dibatasi wilayah Kab. Grobogan dan Kab. Blora
o Sebelah timur : dibatasi
wilayah Kab. Rembang dan Laut Jawa
2.2 Metode
Analisis Indeks
Williamson
Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
ketimpangan (disparitas) pendapatan regional dengan
menggunakan Indeks Williamson. Secara ilmu statistik, Indeks Williamson
sebenarnya adalah coefficient off
variation yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perbedaan. Istilah Williamson indeks muncul sebagai
penghargaan kepada Jeffrey G. Williamson yang mula-mula mengunakan teknik ini
untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Alasanya jelas karena
yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat
kemakmuran antar kelompok. Hasil
perhitungan menggunakan Indeks
Williamson akan menghasilkan angka indeks yang lebih besar atau sama
dengan nol dan lebih kecil dari satu (0≤IW≥1).
Jadi, jika angka indeks sama dengan nol (0), maka tidak terjadi ketimpangan ekonomi antardaerah yang dikaji. Angka
indeks yang lebih besar dari nol menunjukan adanya ketimpangan antardaerah wilayah studi. Semakin mendekati angka satu (1) menunjukkan bahwa tingkat
ketimpangan ekonomi daerah
tersebut semakin tinggi dan belum
meratanya pendapatan perkapita maupun pembangunan di wilayah tersebut. Walaupun Indeks Williamson digunakan untuk
mengukur ketimpangan,
namun tetap memiliki kelemahan karena sensitif terhadap definisi wilayah yang
digunakan dalam perhitungan. Indeks
Williamson menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar.
Alasanya jelas karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan
antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antar kelompok. Dengan
menggunakan pendekatan Indeks Williamson dalam laporan ini, dapat diketahui ada tidaknya
disparitas wilayah studi, yaitu Kabupaten Pati dengan Provinsi Jawa Tengah
menggunakan formula berikut:
Keterangan:
IW :
Nilai Disparitas Pendapatan antar Kabupaten/Kota
Y1 :
Pendapatan Perkapita di Kabupaten/Kota i
Y : Pendapatan Perkapita di Provinsi Jawa Tengah
Fi :
Jumlah Penduduk di Kabupaten/Kota
N :
Jumlah Penduduk di Provinsi Jawa Tengah
Ketentuan menurut Oshima (BPS,
Pemerataan Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Jawa Tengah, 2000):
o Ketimpangan
Tinggi jika IW > 0,5
o Ketimpangan Sedang jika IW = 0,35 – 0,5
o Ketimpangan
Rendah jika IW < 0,35.
2.3 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati
PDRB digunakan sebagai data dasar
dalam perhitungan Indeks Williamson untuk mengetahui tingkat ketimpangan suatu daerah. Ada sembilan sektor dalam PDRB yang mempengaruhi
pertumbuhan PDRB dan ketimpangan di wilayah tersebut, yaitu sektor
pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan
air minum; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengankutan dan
komunikasi; keuangan, persewaan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Dalam laporan ini wilayah
studi adalah Kabupaten Pati. Berikut adalah PDRB Kabupaten Pati atas dasar harga berlaku selama kurun waktu 2007-20011.
Tabel III.1
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
(Jutaan Rupiah)
Lapangan
Usaha
|
Tahun
|
|||||
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
|
1.
|
Pertanian
|
2.369.284,20
|
2.730.670,01
|
2.973.670,71
|
3.394.613,06
|
3.764.357,74
|
2.
|
Pertambangan dan Penggalian
|
48.569,58
|
54.766,34
|
59.812,45
|
65.865,69
|
74.270,50
|
3.
|
Industri Penggolahan
|
1.211.926,65
|
1.373.797,11
|
1.473.742,04
|
1.631.077,34
|
1.814.159,05
|
4.
|
Listrik, Gas dan Air Bersih
|
126.055,95
|
142.174,25
|
156.832,78
|
172.160,81
|
188.954,10
|
5.
|
Bangunan
|
397.605,10
|
461.429,17
|
511.134,00
|
561.225,13
|
628.188,80
|
6.
|
Perdagangan, Hotel dan Restoran
|
1.270.757,32
|
1.446.039,44
|
1.584.903,06
|
1.746.651,33
|
1.985.349,84
|
7.
|
Pengangkutan dan Komunikasi
|
325.837,53
|
388.318,20
|
413.519,62
|
454.322,48
|
505.470,73
|
8.
|
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
|
426.207,21
|
482.808,22
|
524.132,08
|
578.891,55
|
626.016,01
|
9.
|
Jasa-Jasa
|
541.562,29
|
625.216,74
|
688.825,50
|
780.703,30
|
869.587,88
|
PDRB
|
6.717.815,82
|
7.705.219,45
|
8.386.572,24
|
9.385.510,68
|
10.456.354,64
|
Sumber: PDRB
Kabupaten Pati Tahun 2011
Grafik III.1
Pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto
Atas Dasar Harga Berlaku
Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
Sumber: Hasil
Analisis Nisa Ayunda Kelas A, 2013
2.4 Tingkat Disparitas Kabupaten Pati dengan Menggunakan Indeks
Williamson
Besar kecilnya ketimpangan di Kabupaten Pati dipengaruhi oleh PDRB
per kapita dan jumlah penduduk. Angka indeks
ketimpangan ini menggambarkan tentang kondisi dan perkembangan ekonomi Kabupaten Pati. Pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat
ketimpangan di wilayah studi melalui pendekatan Indeks Williamson. Semakin
mendekati angka nol, tingkat
ketimpangan semakin kecil. Sebaliknya jika angka
indeks mendekati angka satu, tingkat ketimpangan akan semakin tinggi.
Berikut adalah tabel
PDRB per kapita Kabupaten Pati
dan PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah
tahun2007-2011 disertai dengan jumlah penduduknya yang digunakan
untuk perhitungan Indeks
Williamson. Berikut adalah tabel PDRB perkapita dan jumlah
penduduk pertengahan tahun Kabupaten Pati dan Privinsi Jawa Tengah atas dasar
harga berlaku tahu 2007-20011
Tabel III.2
PDRB Per
Kapita Kabupaten Pati Atas
Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2011
Nilai Absolut
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
PDRB Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
|
6.295.930,94
|
7.000.481,89
|
7.942.655,08
|
9.404.703,89
|
10.720.957,11
|
Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun
|
1.183.771
|
1.186.362
|
1.188.834
|
1.190.993
|
1.192.651
|
PDRB Per Kapita Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
|
5.674.928,53
|
6.494.826,95
|
7.054.451,88
|
7.880.407,93
|
8.767.321,40
|
Sumber:
PDRB Kabupaten Pati Tahun 2011
Tabel III.3
PDRB Per
Kapita Provinsi Jawa Tengah Atas
Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2011
Nilai Absolut
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
PDRB
Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
|
312.428.807,09
|
367.135.954,90
|
397.903.943,75
|
444.396.468,19
|
4.986.146.363,36
|
Jumlah
Penduduk Pertengahan Tahun
|
32.380.279
|
32.186.117
|
32.289.825
|
32.382.657
|
32.427.751
|
PDRB
Per Kapita Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
|
9.648.737,34
|
11.406.655,70
|
12.322.889,45
|
13.723.286,15
|
15.376.170,75
|
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2009 dan PDRB Jawa
TengahTahun 2011
Tabel III.4
Indeks Williamson Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
Tahun
|
IW
|
2007
|
0,078746
|
2008
|
0,082672
|
Tahun
|
IW
|
2009
|
0,082035
|
2010
|
0,081652
|
2011
|
0,082428
|
Sumber: Hasil
Analisis Nisa Ayunda Kelas A, 2013
Grafik III.2
Pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto
Atas Dasar Harga Berlaku
Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
Sumber: Hasil
Analisis Nisa
Ayunda Kelas A, 2013
Berdasarkan
tabel dan grafik Indeks Williamson di atas,
tingkat ketimpangan di Kabupaten Pati
tahun 2007-2011 rendah, karena selama kurun waktu
tersebut tidak melebihi 0,35. Walaupun pada awalnya angka
indeks Williamson yang paling rendah adalah pada tahun 2007 sebesar 0,0788 yang
kemudian mengalami peningkatan menjadi 0,0827 pada tahun 2008. Kemudian menurun
menjadi 0,0820 pada tahun 2009, turun menjadi 0,0816 pada tahun 2010. Tahun
2011 angka indeksnya meingkat lagi menjadi 0,0824. Jadi, rata-rata angka indeks
Williamson Kabupaten Pati adalah 0,08. Hasil
perhitungan indeks ini menunjukkan pertumbuhan dan pembangunan,
khususnya dalam bidang ekonomi di Kabupaten Pati cukup baik, serta
pendistribusian pendapatan lebih merata. Meskipun fluktuasi yang terjadi berselisih sekitar 0,01, trend
angka indeks tetap harus diperhatikan agar dapat
mengantisipasi untuk tidak terjadi
kenaikkan terus-menerus yang dapat mengakibatkan ketimpangan
di Kabupaten Pati.
2.5 Peran dan Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Disparitas
di Kabupaten Pati
Sesuai dengan kondisi Kabupaten Pati yang merupakan
wilayah agraris, maka pertumbuhan ekonominya sangat dipengaruhi oleh sektor
pertanian. Luas wilayah
Kabupaten Pati adalah 150.368 ha yang
terdiri dari 58.448 ha lahan sawah dan 91.920 ha lahan bukan sawah, yang berarti luas lahan pertaniannya mencapai 38,87%
dari luas seluruh wilayah Kabupaten Pati. Untuk mengetahui seberapa jauh sektor pertanian memberikan andil yang
cukup besar terhadap disparitas Kabupaten Pati, berikut adalah tabel
perbandingan
yang
menyajikan Indeks Williamson Kabupaten Pati dengan sektor pertanian dan juga Indeks
Williamson Kabupaten Pati tanpa
sector pertanian selama kurun waktu 2007-2011:
Tabel 3.5
Indeks
Williamson Dengan dan Tanpa
Sektor
Pertanian
Kabupaten
Pemalang Tahun 2006-2008
Tahun
|
Dengan Sektor Pertanian
|
Tanpa Sektor Pertanian
|
2007
|
0,078746
|
0,129709
|
2008
|
0,082672
|
0,132499
|
2009
|
0,082035
|
0,132244
|
2010
|
0,081652
|
0,132756
|
2011
|
0,082428
|
0,133099
|
Sumber: Hasil Analisis Nisa Ayunda Kelas A, 2013
Gambar 2.1
Grafik Disparitas dengan dan tanpa sektor pertanian
Sumber: Hasil Analisis Nisa Ayunda Kelas A, 2013
Dari
tabel dan grafik diatas,
diketahui bahwa dengan adanya sektor pertanian, disparitas yang terjadi antar Kabupaten Pati dengan Provinsi Jawa
Tengah rendah karena angka indeksnya
masih di bawah 0,35. Apabila dari PDRB Kabupaten Pati dihilangkan sektor
pertaniannya, maka dalam perhitungan indeks Williamson rata-rata angkanya
mencapai 0,13. Angka indeks yang semula 0,08 menjadi 0,13 menandakan bahwa
tanpa sektor pertanian, disparitas antara Kabupaten Pati dengan Kabupaten
Pemalang bertambah. Hal tersebut dikarenakan sektor yang dominan
adalah sektor pertanian, karena notabenenya Kabupaten Pati adalah daerah agraris.
Nmaun, disparitas tersebut masih kategori rendah karena kurang dari 0,35.
Ketimpangan yang bertambah, menunjukkan bahwa di Kabupaten Pati terjadi pula ketimpangan
pendapatan, yang memicu
timbulnya kemiskinan. Kemiskinan tersebut terdapat pada sektor yang pendapatan
perkapitanya lebih rendah daripada sektor pertanian.
BAB IV
KESIMPULAN
Hasil perhitungan Index Williamson dengan ataupun tanpa sektor pertanian menunjukkan adanya disparitas di Kabupaten Pati. Tanpa sektor pertanian, disparitas yang terjadi menjadi lebih besar. Hal itu menjadi rekomendasi terhadap masyarakat dan pemerintah Daerah untuk lebih mengoptimalkan dan memperkuat perekonomian daerah terutama melalui sektor pertanian karena sesuai dengan
karakteristik daerah dan masyarakatnya, agar pembangunan ekonomi daerah semakin
pesat demi menunjang
dan
memperbaiki perekonomian
masyaraka di Kabupaten Pati.
salam kenal.. saya akbar.
BalasHapussaya mau tanya apakah pembukuan data2 PDRB di Kab Pati tercatat dengan rapi di dinas terkait??
mohon jawabannya kalau berkenan.
Iya rapi, tapi ada juga data yang gak ada
Hapussalam kenal,,saya budi..mau tanya,,klo penghitungan PDRB Pati dari sektor kehutanan gimana caranya ya? dia kan sub sektor dari sektor pertanian. mohon jawabannya klo berkenan. terima kasih
BalasHapus