TUGAS MATA KULIAH INTERPRETASI RUANG (TKP 256)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata KuliahInterpretasi Ruang
Dosen Pengampu: Dra. Bitta Pigawati, Dipl.
GE, MT.
Disusun Oleh :
Nisa
Ayunda Adni
21040112130039
Kelas
A
JURUSAN
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS
TEKNIK UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2013
PENGGUNAAN LAHAN
KAWASAN PERKOTAAN DAN PERMUKIMAN
Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk
campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi
yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik
material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Secara umum penggunaan lahan di
Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya
interaksi yang tetap, adanya keseimbangan, serta keadaan dinamis antara
aktifitas-aktifitas penduduk diatas lahan dan keterbatasan-keterbatasan di
dalam lingkungan tempat hidup (As-syakur dkk., 2010). Interaksi antara dimensi ruang dan waktu dengan dimensi
biofisik dan manusia mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan
(Veldkamp and Verburg, 2004). Perubahan iklim, peningkatan jumlah penduduk, dan
proses urbanisasi merupakan penyebab umum yang dianggap sebagai faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan (Wu et al.,
2008), akan tetapi kenyataannya perubahan penggunaan lahan tidak terjadi karena
adanya faktor tunggal (Verburg and Veldkamp, 2001). Kompleksitas antara
faktor-faktor fisik, biologi, sosial, politik, dan ekonomi yang terajadi dalam
dimensi ruang dan waktu pada saat yang bersamaan merupakan penyebab utama
proses perubahan penggunaan lahan (Wu et al., 2008). Perubahan penggunaan lahan
adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke
penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang
lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan
pada kurun waktu yang berbeda (Martin, 1993 dalam Wahyunto dkk., 2001).
Perubahan penggunaan lahan memiliki dampak potensial besar terhadap lingkungan
fisik dan sosial. Perubahan penggunaan lahan dapat mempengaruhi sistem ekologi
setempat diantaranya pencemaran air, polusi udara, perubahan iklim lokal
(Mahmood, et al., 2010; Coskun, et al., 2008; Hu, et al., 2008; Wu et al.,
2008; Kalnay and Cai, 2003), berkurangnya keanekaragaman hayati (Sandin, 2009),
serta terjadinya fluktuasi pelepasan dan penyerapan CO2 (Canadell,
2002).
Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu
wilayah merupakan suatu proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu
objek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda (As-syakur dkk.,
2010). Indentifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial
temporal. Data-data spasial tersebut bersumber dari hasil interpretasi citra
satelit maupun dari instansi-instansi pemerintah dan dianalisis dengan
menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). Pemanfaatan SIG dan data satelit
merupakan suatu tekhnologi yang baik dalam mengelola data spasial-temporal
perubahan penggunaan lahan. Mengetahui perubahan pengggunaan lahan tidak hanya
berguna untuk pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan, tetapi juga dapat
dijadikan suatu informasi dalam merencanakan tata ruang di masa yang akan
datang.
Pertambahan jumlah penduduk dan tingkat perekonominan masyarakat dari tahun
ke tahun semakin menambah kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan rumah. Pemanfaatan lahan - lahan produktif dan lahan kosong sangat
dibutuhkan pengembang (developer) dalam mengembangkan permukiman. Hal ini dilakukan karena lahan di tengah kota sudah tidak ada tempat yang
ideal dari sisi ekonomi. Untuk itu diperlukan data dasar mengenai luas lahan
yang telah berubah peruntukannya menjadi permukiman sehingga didapatkan
perencanaan yang berkesinambungan. Data dasar yang digunakan pada penelitian
ini berupa data spatial dan data tabular.
Data spasial berupa gambar citra berperan penting dalam analisis kawasan
perkotaan dan permukiman pada masa sekarang karena melaui citra yang dihasilkan
oleh teknologi penginderaan jauh, karena kemajuan teknologi mendukung
diperolehnya data yang mempunyai tingkat kedetailan yang tinggi. Peningkatan
penggunaannya dikarenakan citra dapat menggambarkan obyek, daerah, dan gejala
di permukaan bumi. Bentuk dan letak obyek relative lengkap, dapat meliput
daerah luas, dan bersifat permanen. Sehingga citra merupakan alat yang baik
sekali untuk pembuatan peta, baik sebagai sumber data maupun sebagai kerangka
letak. Citra dapat pula berfungsi sebagai model medan. Berbeda dengan peta yang
merupakan model simbolik dan formula matematik yang merupakan model analog,
citra (terutama foto udara) merupakan model ikonik karena ujud gambarnya mirip
dengan obyek yang sebenarnya.
Citra penginderaan jauh (satelit) mempunyai resolusi spasial dan resolusi
temporal yang tinggi, sangat tepat digunakan untuk kajian kawasan permukiman
yang mengalami perkembangan sangat cepat, dan perkembangan permukiman. Untuk menganalisis tata guna fungsi lahan untuk pemukiman ataupun yang
lainnya diperlukan metode interpretasi, langkah-langkah interpretasi dan juga
konci-kunci interpretasi visual.
Ø Dalam metode penginderaan jauh
menurut Roscoe (1960) dalam Sutanto (1992), terdapat 6
tahapan yaitu :
1.
Merumuskan Masalah dan Tujuan dalam Metode Penginderaan Jauh
Perumusan
tujuan dimulai dengan perumusan masalah secara jelas. Masalah dapat berupa
sesuatu yang aneh yang tidak pada tempatnya atau tidak biasa terjadi, sesuatu
yang kurang jelas, sesuatu yang menimbulkan tantangan. Misalnya pemotretan bagi
sebagian wilayah Indonesia yang hampir selalu tertutup oleh awan (Tejoyuwono,
1982 dalam Sutanto, 1992:83).
2.
Cara Mengevaluasi Kemampuan dalam Metode Penginderaan Jauh
Setelah
masalah dan tujuan dirumuskan dengan jelas, barulah dilakukan penilaian
terhadap kemampuan pelaksanaannya yang menyangkut tentang kemampuan
pelaksanaan dan timnya, alat, perlengkapan, dana dan
waktu yang tersedia. Antara kemampuan dan tujuan yang ingin dicapai harus
sesuai.
3.
Pemilihan Cara Kerja dalam Metode Penginderaan Jauh
Agar
dapat dilakukan pemilihan cara kerja yang baik, perlu diketahui tentang
perencanaan penggunaan lahan dan apa pula tugasnya.
4.
Hal-hal yang Perlu Dilakukan dalam Tahap Persiapan Metode Penginderaan Jauh
·
Menurut Sutanto (1992:87-92)
menyatakan dalam tahap persiapan metode penginderaan jauh ada empat, yakni
sebagai berikut:
·
Menyiapkan data acuan, data acuan
adalah data yang bukan berasal dari penginderaan jauh, akan tetapi data
tersebut diperlukan dalam interpretasi citra.
·
Menyiapkan data penginderaan
jauh, Data pengideraan jauh adalah hasil perekaman obyek dengan menggunakan
sensor buatan.
·
Menyiapkan mosaik, mosaik foto
adalah serangkaian foto daerah tertentu yang disusun menjadi satu lembar foto.
·
Orientasi medan, pekerjaan ini
dilakukan dengan membawa foto ke medan. wujud yang digambarkan foto dicocokkan
dengan wujud sebenarnya di medan/lapangan.
Ø Langkah-langkah umum yang dilakukan
untuk memperoleh data penginderaan jauh agar dapat dimanfaatkan oleh berbagai
bidang adalah :
1. Deteksi
Pada tahap ini dilakukan kegiatan mendeteksi obyek yang terekam pada foto
udara maupun foto satelit
2. Identifikasi
Mengidentifikai obyek berdasarkan ciri-ciri spektral, spasial dan temporal.
3. Pengenalan
Pengenalan obyek yang dilakukan dengan tujuan untuk mengklasifikasikan
obyek yang tampak pada citra berdasarkan pengetahuan tertentu
4. Analisis
Analisis bertujuan untuk mengelompokkan obyek yang mempunyai ciri-ciri yang
sama
5. Deduksi
Merupakan kegiatan pemrosesan citra berdasarkan obyek yang terdapat pada
citra ke arah yang lebih khusus.
6. Klasifikasi
Meliputi deskripsi dan pembatasan (deliniasi) dari obyek yang terdapat pada
citra
7. Idealisasi
Penyajian
data hasil interpretasi citra ke dalam bentuk peta yang siap pakai.
Ø Penjelasan kunci-kunci interpretasi visual tersebut menurut Lillesand
dan Keiffer (1979) dan Sutanto (1986) :
a.
Rona atau Warna
Rona atau
tone adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek yang terdapat pada
foto udara atau pada citra lainnya. Pada foto hitam putih rona yang ada
biasanya adalah hitam, putih atau kelabu. Sedangkan
warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit,
lebih sempit dari spektrum tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit,
lebih sempit dari spektrum tampak.
b. Bentuk
Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka
suatu obyek, sehingga dapat mencirikan suatu penampakan yang ada pada citra
dapat di identifikasi dan dapat dibedakan antar obyek.
c.
Ukuran
Ukuran adalah atribut obyek yang antara
lain berupa jarak., luas, tinggi, lereng dan volume. Ukuran merupakan
perbandingan yang nyata dari obyek-obyek dalam citra maupun foto udara, yang
menggambarkan kondisi di lapangan. Ukuran
objek pada citra berupa skala, karena itu dalam memanfaatkan ukuran sebagai
interpretasi citra, harus selalu diingat skalanya.
d. Tekstur
Tekstur adalah
frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang
terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dari
kasar sampai halus. Misalnya: Hutan bertekstur kasar,
belukar bertekstur sedang dan semak bertekstur halus.
e.
Pola
Pola
merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi
beberapa obyek alamiah lainnya. Misalnya pola aliran
sungai menandai struktur geologis. Pola aliran trelis menandai struktur
lipatan. Permukiman transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu
ukuran rumah dan jaraknya seragam, dan selalu menghadap ke jalan
f.
Bayangan
Bayangan sering merupakan kunci pengenalan
yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya. Dengan bantuan bayangan, dapat juga meentukan
arah mata angin serta pengenalan terhadap suatu obyek yang kemungkinan sulit
diamati sebelumnya.
g. Situs
Situs
sering dikaitkan antara obyek dengan melihat obyek yang lain di sekitarnya. Misalnya permukiman pada umumnya
memanjang pada pinggir beting pantai, tanggul alam atau sepanjang tepi jalan.
h. Asosiasi
Asosiasi
yaitu keterkaitan antara obyek yang
satu dengan yang lain, hampir sama dengan situs. Contoh stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api
yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).
Layout penginderaan jauh untuk hasil akhirnya berupa peta data spatial yang
diperoleh. Penyajian layout peta untuk memudahkan dalam membaca informasi yang
dihasilkan dari tahapan pengolahan data penginderaan jauh.
Sumber:
Pigawati, bitta
dan Pangi. 2010. Penolahan Data Citra.
Semarang : biro penerbit planologi undip.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar