Sabtu, 29 Juni 2013

INTERPRETASI CITRA UNTUK PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN PERKOTAAN/PEMUKIMAN


TUGAS MATA KULIAH INTERPRETASI RUANG (TKP 256)
Resume Interpretasi Citra untuk Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan/Pemukiman
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata KuliahInterpretasi Ruang
Dosen Pengampu: Dra. Bitta Pigawati, Dipl. GE, MT.

  

  



Disusun Oleh :
Nisa Ayunda Adni
21040112130039
Kelas A



JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN PERKOTAAN DAN PERMUKIMAN

Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, adanya keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk diatas lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup (As-syakur dkk., 2010). Interaksi antara dimensi ruang dan waktu dengan dimensi biofisik dan manusia mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan (Veldkamp and Verburg, 2004). Perubahan iklim, peningkatan jumlah penduduk, dan proses urbanisasi merupakan penyebab umum yang dianggap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan (Wu et al., 2008), akan tetapi kenyataannya perubahan penggunaan lahan tidak terjadi karena adanya faktor tunggal (Verburg and Veldkamp, 2001). Kompleksitas antara faktor-faktor fisik, biologi, sosial, politik, dan ekonomi yang terajadi dalam dimensi ruang dan waktu pada saat yang bersamaan merupakan penyebab utama proses perubahan penggunaan lahan (Wu et al., 2008). Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Martin, 1993 dalam Wahyunto dkk., 2001). Perubahan penggunaan lahan memiliki dampak potensial besar terhadap lingkungan fisik dan sosial. Perubahan penggunaan lahan dapat mempengaruhi sistem ekologi setempat diantaranya pencemaran air, polusi udara, perubahan iklim lokal (Mahmood, et al., 2010; Coskun, et al., 2008; Hu, et al., 2008; Wu et al., 2008; Kalnay and Cai, 2003), berkurangnya keanekaragaman hayati (Sandin, 2009), serta terjadinya fluktuasi pelepasan dan penyerapan CO2 (Canadell, 2002).
Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu wilayah merupakan suatu proses mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena yang diamati pada waktu yang berbeda (As-syakur dkk., 2010). Indentifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial temporal. Data-data spasial tersebut bersumber dari hasil interpretasi citra satelit maupun dari instansi-instansi pemerintah dan dianalisis dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). Pemanfaatan SIG dan data satelit merupakan suatu tekhnologi yang baik dalam mengelola data spasial-temporal perubahan penggunaan lahan. Mengetahui perubahan pengggunaan lahan tidak hanya berguna untuk pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan, tetapi juga dapat dijadikan suatu informasi dalam merencanakan tata ruang di masa yang akan datang.
Pertambahan jumlah penduduk dan tingkat perekonominan masyarakat dari tahun ke tahun semakin menambah kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan rumah. Pemanfaatan lahan - lahan  produktif dan lahan kosong sangat dibutuhkan pengembang (developer) dalam mengembangkan permukiman. Hal ini dilakukan karena lahan di tengah kota sudah tidak ada tempat yang ideal dari sisi ekonomi. Untuk itu diperlukan data dasar mengenai luas lahan yang telah berubah peruntukannya menjadi permukiman sehingga didapatkan perencanaan yang berkesinambungan. Data dasar yang digunakan pada penelitian ini berupa data spatial dan data tabular.
Data spasial berupa gambar citra berperan penting dalam analisis kawasan perkotaan dan permukiman pada masa sekarang karena melaui citra yang dihasilkan oleh teknologi penginderaan jauh, karena kemajuan teknologi mendukung diperolehnya data yang mempunyai tingkat kedetailan yang tinggi. Peningkatan penggunaannya dikarenakan citra dapat menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi. Bentuk dan letak obyek relative lengkap, dapat meliput daerah luas, dan bersifat permanen. Sehingga citra merupakan alat yang baik sekali untuk pembuatan peta, baik sebagai sumber data maupun sebagai kerangka letak. Citra dapat pula berfungsi sebagai model medan. Berbeda dengan peta yang merupakan model simbolik dan formula matematik yang merupakan model analog, citra (terutama foto udara) merupakan model ikonik karena ujud gambarnya mirip dengan obyek yang sebenarnya.
Citra penginderaan jauh (satelit) mempunyai resolusi spasial dan resolusi temporal yang tinggi, sangat tepat digunakan untuk kajian kawasan permukiman yang mengalami perkembangan sangat cepat, dan perkembangan permukiman. Untuk menganalisis tata guna fungsi lahan untuk pemukiman ataupun yang lainnya diperlukan metode interpretasi, langkah-langkah interpretasi dan juga konci-kunci interpretasi visual.

Ø  Dalam metode penginderaan jauh menurut Roscoe (1960)  dalam Sutanto (1992),  terdapat 6 tahapan yaitu :
1.   Merumuskan Masalah dan Tujuan dalam Metode Penginderaan Jauh
     Perumusan tujuan dimulai dengan perumusan masalah secara jelas. Masalah dapat berupa sesuatu yang aneh yang tidak pada tempatnya atau tidak biasa terjadi, sesuatu yang kurang jelas, sesuatu yang menimbulkan tantangan. Misalnya pemotretan bagi sebagian wilayah Indonesia yang hampir selalu tertutup oleh awan (Tejoyuwono, 1982 dalam Sutanto, 1992:83).
2.   Cara Mengevaluasi Kemampuan dalam Metode Penginderaan Jauh
     Setelah masalah dan tujuan dirumuskan dengan jelas, barulah dilakukan penilaian terhadap kemampuan pelaksanaannya yang menyangkut tentang kemampuan pelaksanaan dan timnya, alat, perlengkapan, dana dan waktu yang tersedia. Antara kemampuan dan tujuan yang ingin dicapai harus sesuai.
3.   Pemilihan Cara Kerja dalam Metode Penginderaan Jauh
     Agar dapat dilakukan pemilihan cara kerja yang baik, perlu diketahui tentang perencanaan penggunaan lahan dan apa pula tugasnya.
4.   Hal-hal yang Perlu Dilakukan dalam Tahap Persiapan Metode Penginderaan Jauh
·           Menurut Sutanto (1992:87-92) menyatakan dalam tahap persiapan metode penginderaan jauh ada empat, yakni sebagai berikut:
·           Menyiapkan data acuan, data acuan adalah data yang bukan berasal dari penginderaan jauh, akan tetapi data tersebut diperlukan dalam interpretasi citra.
·           Menyiapkan data penginderaan jauh, Data pengideraan jauh adalah hasil perekaman obyek dengan menggunakan sensor buatan.
·           Menyiapkan mosaik, mosaik foto adalah serangkaian foto daerah tertentu yang disusun menjadi satu lembar foto.
·           Orientasi medan, pekerjaan ini dilakukan dengan membawa foto ke medan. wujud yang digambarkan foto dicocokkan dengan wujud sebenarnya di medan/lapangan.

Ø  Langkah-langkah umum yang dilakukan untuk memperoleh data penginderaan jauh agar dapat dimanfaatkan oleh berbagai bidang adalah :
1.   Deteksi
     Pada tahap ini dilakukan kegiatan mendeteksi obyek yang terekam pada foto udara maupun foto satelit
2.   Identifikasi
     Mengidentifikai obyek berdasarkan ciri-ciri spektral, spasial dan temporal.
3.   Pengenalan
     Pengenalan obyek yang dilakukan dengan tujuan untuk mengklasifikasikan obyek yang tampak pada citra berdasarkan pengetahuan tertentu
4.   Analisis
     Analisis bertujuan untuk mengelompokkan obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama
5.   Deduksi
     Merupakan kegiatan pemrosesan citra berdasarkan obyek yang terdapat pada citra ke arah yang lebih khusus.
6.   Klasifikasi
     Meliputi deskripsi dan pembatasan (deliniasi) dari obyek yang terdapat pada citra
7.   Idealisasi
     Penyajian data hasil interpretasi citra ke dalam bentuk peta yang siap pakai.

Ø  Penjelasan kunci-kunci interpretasi visual tersebut menurut Lillesand dan Keiffer (1979) dan Sutanto (1986) :
a.   Rona atau Warna
     Rona atau tone adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek yang terdapat pada foto udara atau pada citra lainnya. Pada foto hitam putih rona yang ada biasanya adalah hitam, putih atau kelabu.             Sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.
b.  Bentuk
     Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka suatu obyek, sehingga dapat mencirikan suatu penampakan yang ada pada citra dapat di identifikasi dan dapat dibedakan antar obyek.
c.   Ukuran
     Ukuran adalah atribut obyek yang antara lain berupa jarak., luas, tinggi, lereng dan volume. Ukuran merupakan perbandingan yang nyata dari obyek-obyek dalam citra maupun foto udara, yang menggambarkan kondisi di lapangan. Ukuran objek pada citra berupa skala, karena itu dalam memanfaatkan ukuran sebagai interpretasi citra, harus selalu diingat skalanya.
d.  Tekstur
     Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dari kasar sampai halus.  Misalnya: Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang dan semak bertekstur halus.
e.   Pola
     Pola merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah lainnya. Misalnya pola aliran sungai menandai struktur geologis. Pola aliran trelis menandai struktur lipatan. Permukiman transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu ukuran rumah dan jaraknya seragam, dan selalu menghadap ke jalan
f.    Bayangan
     Bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.  Dengan bantuan bayangan, dapat juga meentukan arah mata angin serta pengenalan terhadap suatu obyek yang kemungkinan sulit diamati sebelumnya.
g.  Situs
     Situs sering dikaitkan antara obyek dengan melihat obyek yang lain di sekitarnya. Misalnya permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir beting pantai, tanggul alam atau sepanjang tepi jalan.
h.  Asosiasi
     Asosiasi yaitu keterkaitan antara obyek yang satu dengan yang lain, hampir sama dengan situs. Contoh stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).

            Layout penginderaan jauh untuk hasil akhirnya berupa peta data spatial yang diperoleh. Penyajian layout peta untuk memudahkan dalam membaca informasi yang dihasilkan dari tahapan pengolahan data penginderaan jauh.

Sumber:
Pigawati, bitta dan Pangi. 2010. Penolahan Data Citra. Semarang : biro penerbit planologi undip.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar