Tujuan : Entertaining dan Motivasi
Sasaran : Remaja, Dewasa
Cast : Arvi as Sang Pemilik Mimpi
Ayunda as
Orang Kaya (Investor)
Pingkan as Teman
Arvi
Safira as Anak
Pengelola Pelabuhan
Fera as Adik Arvi
Inas as Ibu Arvi
Sabilla as
Ibu Taufiq
Anindya as Isteri
Fajar (Ibu Safira)
Fajar as Pengelola Pelabuhan Kaya Raya
Taufik as Teman
Arvi
Scene
1
Durasi :
Tempat :
Rumah Arvi
Kostum:
Semilir angin berhembus menyelinap celah-celah bilik
rumah Arvi, dari kegelapan tampak Fera yang sedang menjahit resleting tas
sekolahnya.
Arvi :
Kok belum tidur? Lagi ngapain de? (berjalan menghampiri Adiknya seraya
tersenyum hangat).
Fera : Tas
sekolahku jebol (melirik ke arah Arvi dengan membalas senyum Arvi).
Arvi :
Maafin kakak ya belum bisa beliin yang baru, padahal tas kamu udah dari SD ga
ganti-ganti. (ekspresi prihatin tersirat dalam raut wajahnya)
Fera :
Gapapa ko ka. Ini juga masih bisa dipake, kan tinggal di vermak dikit aja
(sambil tersenyum menghibur Arvi). Kaka ga tidur? Besokkan harus nganterin
sayur.
Arvi :
Ga mau kakak bantuin? (Fera menggeleng menandakan tidak membutuhkan bantuan
kakaknya). Yaudah kakak tidur duluan ya. Kamu jangan tidur malem-malem! (Fera
mengangguk mengiyakan perintah Arvi)
Namun Arvi tak langsung pergi, untuk sepersekian detik
dia mematung memandangi Adiknya dengan seribu pikiran yang bertumpu di kepalanya.
Scene
2
Durasi :
Tempat :
Pinggir pantai
Kostum :
Arvi :
Fiq, aku mau kuliah.
Taufiq : Hah?
Aku ga salah denger? (raut mukanya menyiratkan rasa terkejut)
Arvi : Ada
yang salah? Aku mau kuliah(mengalihkan pandangannya dari laut bebas tepat ke arah
wajah Taufiq).
Taufiq : Ngimpi
vi, ngimpi. Kuliah itu butuh duit banyak. Kita ini cuma orang miskin gembel
pula.
Tiba-tiba Sabila datang menghampiri mereka
menghentikkan percakapan yang sedang berlangsung.
Scene
3
Durasi :
Tempat :
Pinggir Pantai
Kostum:
Sabila : Oalah
fiq, ibu cariin malah di sini. Ayo pulang, bantu ibu nganterin ikan ke pasar.
Taufiq : Iya
bu.
Sabila : Vi,
ibu tinggal dulu ya (tersenyum kepada Arvi dan membalikkan badannya
meninggalkan mereka).
Arvi balik tersenyum dengan anggukan kecil.
Taufiq : Tuh vi
mending yang pasti-pasti aja, kerja kaya aku (menepuk dada seraya
membusungkannya). Eh duluan ya, nanti ibuku keburu ngomel (menengadahkan
telapak tangannya ke depan).
Scene
4
Durasi :
Tempat :
Halaman Rumah Arvi
Kostum
Keesokan harinya
Sinar matahari pagi menyirami hamparan bumi yang luas,
tepat di sebuah desa terpencil dekat pesisir pantai seperti biasa terdapat
seorang ibu yang tengah menyapu halaman rumahnya yang hanya beberapa petak
saja. Wanita paruh bayah itu tak lain Inas.
Inas :
Udah pulang vi? Gimana sayurannya udah kamu anter toh?
Arvi : Udah
(menjulurkan tangan, meraih tangan ibunya untuk salim). Bu, Arvi mau ngomong
sesuatu.
Inas : Yo
wes ngomong tinggal ngomong
Arvi :
Arvi, mau ke kota Bu. Arvi mau kuliah (berjalan lalu duduk).
Mendengar perkataan anaknya, Inas berhenti menyapu dan
mengerutkan alisnya sambil setengah tertawa ke arah Arvi.
Inas :
Mimpi ko di siang bolong. Mending kamu tuh bantu-bantu ibu (melanjutkan
nyapunya).
Arvi : Arvi
yakin, mimpi itu berpihak sama orang yang mau memperjuangkannya. Jadi, izinin
Arvi ya Bu (menatap Inas dan beberapa detik Inas lagi-lagi terdiam)
Tatapannya menaruh harapan yang begitu besar.
Inas : Sakarap
mu lah.
Walaupun kalimatnya terdengar acuh, Arvi tetap
menyambut hangat kalimat persetujuan ibunya secara tidak secara langsung.
Terlihat matanya berbinar-binar, menyiratkan secercah harapan dan kobaran
semangat.
Arvi : Makasih
Bu, Arvi janji ga akan ngecewain (berbalik badan, melangkah ke dalam rumah)
Inas :
Hmmm (menoleh melihat punggung anaknya yang sudah berlalu).
Sekalipun sifat dan reaksi Inas terlihat acuh, sungguh
di dalam hatinya dia selalu menyelipkan doa yang terbaik untuk anak-anaknya.
Sikapnya tak lain hanya untuk membentuk ketegaran dalam diri anak-anaknya karena
hidup mereka yang jauh dari kata layak dan nyaman.
Scene
5
Durasi :
Tempat :
Pesisir Pantai
Kostum:
Di pinggir pantai terlihat aktifitas yang berjalan
seperti biasa dari mulai kapal-kapal layar yang baru kembali dari laut,
kapal-kapal yang hendak berlayar, kegiatan perdagangan, anak-anak yang sedang
bermain, dan sebagainya. Sepintas, tidak ada yang berbeda dengan aktifitas di
Pelabuhan ini tapi di sisi ujung lain dari Pantai terdapat dua orang yang
sedang berdiri memasang wajah yang cukup tegang bagi seorang laki-laki yang
dikenal sebagai kepala pengelola pelabuhan tersebut, namun tidak demikian
dengan raut wajah seorang wanita yang cukup asing di daerah tersebut dengan
penampilan yang cukup nyentrik.
Ayunda :
Ya sekarang sih terserah bapak maunya gimana. Sebut aja berapa, ga usah
khawatir sama orang tajir mah (mengipas-ngipas sambil menutupi wajahnya dengan
salah satu tangan untuk menutupi paparan sinar matahari ke wajahnya secara
langsung)
Fajar : Maaf bu, tapi saya tidak akan menjualnya. Biar
kami yang membenahi semua urusan ini.
Ayunda :
Haduuh please deh Pak jangan batu. Apa yang mau diharepin dari pelabuhan kaya
gini? (wajahnya memasang ekspresi acuh). Jadi mau pake ini atau ini? (sambil
mengeluarkan cek dan uang tunai di kedua belah tangannya).
Fajar : Saya
yakin belum terlambat untuk membenahi semua ini (membenahi kacamatanya).
Ayunda :
Ya wes, tak kasih kesempatan buat mikir lagi deh. Kurang baik apa coba, udah
kaya, baik, cantik pula (tersenyum dan melirik-lirik tak jelas). Udah ah panas,
yuk mari.
Ayunda berlalu begitu saja meninggalkan Fajar yang
masih berdiri dengan menyisakan sejuta resah di dirinya. Keadaan pelabuhan
akhir-akhir ini cukup tidak sehat karena dana yang sejatinya diperuntukkan
untuk pengelolaan Pelabuhan dan tunjangan buruh-buruh menguap entah kemana.
Belum lagi ROB yang terus mengancam kegiatan di Pelabuhan.
Scene
6
Durasi :
Tempat :
Di sekitar pasar dan Pinggir Pantai
Kostum:
Fera :
Kapan kakak berangkat ke kota?
Arvi : Besok.
Rupanya Arvi menangkap gelagat yang sedikit tidak
biasa dari mimik dan pertanyaan adiknya. Dia melirik Fera yang kini sedang
tertunduk, mencoba merasuki pikiran adiknya untuk mencari sinyal yang
menciptakan kemurungandi wajah Fera.
Fera : Kak,
yang aku denger dari temen-temen, kota bisa ngerubah segalanya (menatap lurus
ke depan sambil terus menelusuri jalan). Kalo kaka berubah gimana?
Arvi : Kota
ga akan ngerubah apapun dari kaka, kecuali ngerubah mimpi kakak jadi kenyataan
(tersenyum dan berusaha meyakinkan adiknya).
Mendengar perkataan Arvi membuat Fera yakin memang
tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari keinginan kakaknya.
Fera : Terus
kejar cita-citanya ya kak. Pelabuhan dan masyarakat di sini udah nunggu kakak
(senyumnya mengembang kembali).
Langkahnya terhenti, entah apa yang mendorong Fera
berbalik arah mendukung keinginan Arvi dari beberapa orang yang mengecilkannya
termasuk Taufiq sahabatnya.
Arvi :
Pasti.
Kakak beradik itu saling menunjukkan senyum
keoptimisan mereka pada dunia yang diklaim oleh seorang pesimis hanya berpihak
pada orang-orang yang hanya memiliki kelebihan dalam hal materi.
Scene
7
Durasi :
Tempat :
Pinggir Jalan
Kostum:
Tiba sudah hari keberangkatan Arvi mengejar mimpinya
yang tertinggal di Kota. Langkahnya sudah terlalu mantap, dengan penuh
keyakinan dia terus menelusuri ruas jalan kota tanpa arah pasti dan hanya
mengikuti petunjuk angin, seolah memperlihatkan anak panah petunjuk jalan yang hanya
bisa dilihat oleh sang pemilik mimpi.
Scene
8
Durasi :
Tempat :
Pinggir Jalan
Kostum:
Tidak terasa sudah cukup jauh Arvi berjalan hingga
kakinya membawa dia bertemu seorang perempuan Kota berparas cantik kira-kira
berusia 30 tahun dengan penampilan yang cukup mencolok baginya.
Ayunda :
Weww, ada brondong kece (dengan suara pelan saat keluar dari mobilnya). Mau
kemana mas?
Arvi :
Saya mau daftar ke perguruan tinggi Bu (menundukkan kepala menandakan rasa
hormat kepada seseorang yang lebih tua)
Ayunda :
Ibu? What? Emangnya setua itu ya wajah saya (bercermin di kaca spion mobilnya).
Engga ko kaya masih ABG (berbicara sendiri). Panggil aja Ayunda (senyumnya
merekah).
Arvi hanya terdiam dan membalas senyum Ayunda sekedar
menunjukkan kesopanannya.
Ayunda :
Gimana kalo aku anter aja? Masih bingung daerah sinikan. Ayo!
Arvi :
Tidak usah mba, terima kasih.
Penolakan Arvi tetap tidak menghalangi niat Ayunda
untuk mengantarnya. Ayunda memang seorang wanita yang punya seribu cara untuk
mewujudkan setiap keinginannya atau dapat dikatakan tipe pekerja keras dan
ambisius. Hanya saja beberapa tingkahnya kerap membuat orang salah paham tentang
sosok dia yang sesungguhnya.
Scene
9
Durasi :
Tempat :
Pinggir Jalan
Kostum:
Ajakan dan penolakan itu terus berlangsung hingga
membuat seorang wanita yang tengah berjalan menangkap keanehan diantara mereka
berdua dan menyimpulkan bahwa lelaki yang sedang berada beberapa meter di
depannya tengah mengalami kesulitan. Tanpa ragu, perempuan yang bernama Pingkan
itu menghampiri mereka berdua bermaksud menolong Arvi.
Pingkan: Loh Rio, kamu lagi ngapain di sini? (menjalankan
aktingnya, wajahnya seolah sedang bertemu dengan seseorang yang sudah tidak
dijumpai lama)
Arvi memincingkan matanya terheran-heran dengan
tingkah wanita yang tidak dia kenal sebelumnya karena telah memanggil dia
dengan sebutan Rio. Pingkan pun memberikan kode dari tatapannya. Akhirnya Arvi
memahami maksud Pingkan yang berniat untuk menolongnya.
Arvi : Eh
ka-mu. Aku, aku lagi cari tempat kuliah disini.
Pingkan: Kenapa ga ngabari aku? Aku kan bisa bantu
(senyum wanita kota yang sangat ramah).
Ayunda hanya bingung melihat mereka berdua.
Ayunda :
Jadi mas ini teman kamu?
Pingkan: Iya mba dia teman saya.
Ayunda :
Jangan panggil mba, emangnya aku istri mas mu. Yo wes tak tinggal. Hati-hati ya
ganteng (menoleh kea rah Arvi dan melambaikan tangan).
Lagi-lagi Arvi hanya mengangguk seraya tersenyum.
Scene
10
Durasi :
Tempat :
Rumah Makan
Kostum:
Arvi menceritakan tujuannya pergi ke Kota dan darimana
dia berasal.
Pingkan: Oh gitu, jadi kamu ke sini karna mau kuliah?
Arvi :
(mengangguk)
Pingkan: Emm, kebetulan perusahaan ayah ku lagi ngasih
beasiswa, terbuka buat umum. Tapi tetep kamu harus tes dulu.
Arvi : Wah
apa saya boleh coba? (ekspresi sangat bahagia)
Pingkan: Boleh banget. Trus untuk sementara kamu
tinggal dimana?
Arvi hanya dapat menggelengkan kepala.
Pingkan: Oke, habis makan aku anter cari penginapan
ya.
Arvi mengangguk memperlihatkan persetujuannya.
Scene
11
Durasi :
Tempat :
Pinggir pelabuhan
Kostum:
Fajar mematung menatap deburan ombak yang tengah
menggelitik kakinya. Kondisi Pelabuhan saat ini berhasil mencuri pikirannya
melayang ke awang-awang hingga dia tak menyadari sang istri yang mendekat dan
sudah berada tepat di sampingya.
Anindya :
Pak (menoleh dengan senyum hangat seorang istri).
Fajar :
Eh ibu (melirik istrinya sebentar dan kembali menatap kosong ke lautan)
Anindya :
Sabar ya pak, pasti ada solusi buat semua ini ko pak.
Fajar :
Bapak bingung bu, sebagai pengelola pelabuhan bapak ngerasa gagal.
Anindya :
Jangan bilang gitu toh pak. Ibu tau sendiri perjuangan bapak buat pelabuhan dan
masyarakat di sini.
Suara hembusan angin berpadu menjadi satu dengan semua
rasa resah yang tak kunjung hilang dalam hati Fajar.
Scene
12
Durasi :
Tempat :
Kampus JPWK
Kostum:
Hari tes masuk Perguruan Tinggi dan Beasiswapun tiba.
Di balik pintu, Pingkan memandangi Arvi yang sudah duduk rapi menunggu tumpukan
soal yang sudah dia nanti-nantikan. Pandangan Pingkan terfokus pada Arvi
seolah-olah orang lain yang berada di ruangan tersebut hanya berupa bayangan
maya yang abstrak. Tanpa sadar senyumnya merekah setiap kali memandangi
laki-laki yang berperawakan tinggi dan putih itu. Kini Arvi sedang mengerjakan
soal dengan yakin dan penuh semangat.
Scene
13
Durasi :
Tempat :
Pinggir Jalan
Kostum:
Pagi itu Safira sedang berjalan-jalan menikmati udara
yang masih belum terkontaminasi dengan lalu lalang kendaraan dan himpitan
manusia yang berebut oksigen. Di depannya terdapat ibu-ibu sekitar 40 tahunan
yang tak lain adalah Ibunya Taufiq. Dia tengah membawa beban cukup berat yang
kini bersandar di sepanjang bahu dan punggungnya.
Scene
14
Durasi :
Tempat :
Pinggir Jalan
Kostum:
Safira : Hebat
banget ibu itu bisa ngebawa beban seberat itu, ckck (gumam Safira kagum sambil
terus memperhatikan wanita yang tak jauh di depannya)
Tiba-tiba, kaki wanita menjelang lansia itu tidak
sanggup menopang berat tubuhnya dan beban yang dia bawa hingga akhirnya
terjatuh. Safira segera berlari ke arahnya dengan sigap untuk menolong.
Safira : Ya
ampun, ibu gapapa? (wajahnya khawatir sambil melihat sekeliling tubu Sabila
takut ada yang terluka)
Sabila : Engga
apa-apa nak (sambil membereskan barang bawaannya yang kini jatuh berserakan)
Tangan Safira dengan reflek membantu untuk
mengumpulkan barang-barang itu.
Safira : Pasti
berat ya bu? Sini saya bantu (sambil bangkit untuk berdiri).
Sabila :
Makasih ya nak.
Scene
15
Durasi :
Tempat :
Sepanjang Jalan
Kostum:
Sepanjang perjalanan menuju rumah Sabila, mereka
mengobrol dengan asyik.
Sabila : Kamu
orang baru ya disini? Ko ibu ga pernah liat kamu sebelumnya.
Safira : Iya
Bu, saya tinggal di Jakarta dan sekarang lagi liburan.
Sabila :
Namamu siapa toh ndo?
Safira : Safira.
Sabila :
Liburan di tempat siapa nak?
Safira : Di
tempat orang tua saya. Kebetulan orang tua saya dipindahin kerjanya ke sini.
Sabila :
Emangnya kerja dimana orang tuanya?
Safira :
Pelabuhan di sini bu.
Sabila : Se se
se, jangan-jangan kamu anaknya Pak Fajar sama Bu Annin ya?
Safira :
(mengangguk dan tersenyum)
Scene
16
Durasi :
Tempat :
Depan Rumah Taufiq
Kostum:
Sabila : Ini rumah
ibu, Fir.
Safira hanya tersenyum sambil menganggukan kepalanya.
Scene
17
Durasi :
Tempat :
Depan Rumah Taufiq
Kostum:
Di depan pintu berdiri Taufiq yang tanpa sengaja
melihat Safira. Matanya terbelalak menatap Safira sambil menelan ludah.
Sabila : Heh,
bengong aja sini kenalin. Safira putrinya Pak Fajar.
Taufiq :
Walaah,, ayu tenan (menatap Safira)
Wajah Safira menghasilkan magnet bagi pandangan Taufiq
yang terus terpaku melihat kecantikkannya untuk beberapa detik.
Scene
18
Durasi :
Tempat :
Depan Rumah Taufiq
Kostum:
Sabila : Hush…
(sambil mengepakan tangannya di depan wajah Taufiq)
Taufiq : Kenalin,
Taufiq (mengelap tangannya ke baju dan ragu-ragu mengulurkan tangannya hingga
beberapa kali dan akhirnya tidak jadi)
Safira terheran-heran melihat tingkah manusia yang
satu ini di hadapannya.
Safira :
Safira.
Taufiq : Wajah
sama nama sama-sama Ayu (tertawa kecil).
Safira : Bu,
Safira pamit dulu ya. Nanti mama nyariin.
Sabila : Iya
iya, makasih ya Fir udah nolongin ibu.
Safira : Iya
bu sama-sama.
Scene
19
Durasi :
Tempat : Kamar Pingkan
Kostum:
Pingkan menekan beberapa digit angka hingga muncul
nomer handphone Arvi di layar ponselnya.
Pingkan: Hallo vi, aku punya kabar gembira buat kamu
(wajah riang tak bisa ditutupi dari raut ekspresinya).
Pingkan: Kamu diterima, kamu bisa kuliah dan dapet
beasiswa vi (nadanya berubah menjadi lebih gembira dan bersemangat)
Pingkan: Iya, sama-sama. Bukan apa-apa ko. (tersenyum
dan tersipu malu sambil berjalan mondar-mandir).
Pingkan : Minggu besok kita udah mulai kuliah. Yaudah,
udah dulu ya. Sekali lagi congrats Vi (menutup percakapan teleponnya dengan
senyum yang tidak henti-hentinya).
Scene
20
Durasi :
Tempat :
Rumah Safira
Kostum:
Safira mendekati mama nya yang sedang membaca sebuah
bacaan.
Safira : Mah,
Fira pergi dulu ya (salim dan terburu-buru)
Anindya: Mau kemana?
Safira :
Pelabuhan (sambil berlari kecil).
Anindya: Ngapain? (ekspresi kebingungan)
Safira :
Bantu-bantu Papa (sambil berlalu).
Scene
21
Durasi :
Tempat :
Pelabuhan
Kostum:
Setiap pagi dari jam 09.00-12.00 WIB safira pergi ke
Pelabuhan dan melaksanakan tugasnya mengawasi kegiatan di Pelabuhan dan mencatat
segala hal-hal penting yang terjadi. Inisiatif Safira untuk membantu papanya
cukup membantu papanya sehingga bisa lebih fokus mengurusi masalah Pelabuhan.
Kini Safira pun menjadi akrab dan berteman dengan Taufiq yang tenyata salah
satu buruh di Pelabuhan. Sering kali mereka berbincang-bincang. Tepatnya,
Taufiq lah yang sering menghampiri Safira terlebih dahulu untuk sekedar mengobrol.
Scene
22
Durasi :
Tempat :
Rumah Safira
Kostum:
Ayunda tiba di rumah Fajar. Dia keluar dari mobil
mewahnya sambil menguncinya. Dengan penuh langkah percaya diri dia mengetuk
pintu rumah Fajar.
Scene
23
Dari dalam
rumah Fajar keluar seorang wanita yang tak lain Anindya, isteri Fajar. Ayunda
dipersilahkan duduk. Isterinya masuk ke dalam untuk memberitahukan kedatangan
Ayunda kepada suaminya. Tak lama kemudian Fajar datang dengan didampingi
isterinya.
Ayunda :
Gimana pak, penawaran saya udah dipikirin?
Fajar : Maaf
bu, dari dulu saya tidak setuju dengan penawaran Ibu.
Ayunda :
Ayo dong pak, saya kan cuma mau ngebangun Pusat Perbelanjaan di sini sama Pasar
Swalayan. Bapak tinggal setuju aja tanahnya dibeli. Bereskan. Mau harga berapa?
(sambil mengelap wajahnya dengan tissue dan tangan yang satu mengipas-ngipas)
Fajar : Ini
bukan masalah harga Bu, tapi lebih dari itu. Gimana kehidupan masyarakat di
sini kalo Ibu mau membangun Pusat Perbelanjaan dan Swalayan yang letaknya dekat
dengan pasar tradisional. Ibu membangun semua itu juga dengan menggusur rumah
mereka kan. Banyak hal yang harus Ibu pikirkan lagi tentang nasib masyarakat
dan lingkungan disini!
Ayunda :
Aduh ga usah kebanyakan mikir deh! Niat saya baik ko, kalo di sini dibangun
mall masyarakat disini kan jadi gahol-gahol Pak. Lagipula uang hasil pembelian
tanahnya sebagian bisa buat ngebenahi keadaan Pelabuhan di sini kan. Jadi ga
ada yang dirugiin kan sebenernya.
Fajar :
Tetap tidak, ini sama aja dengan menipu mereka.
Ayunda :
Oke kalo bapak bersikeras juga, saya yang langsung ke pusat biar mereka yang
nanganin. Bisa-bisa tanah masyarakat digusur tanpa kompensasi apapun, terus
pelabuhan juga tambah terbengkalai karena pengelolaannya yang makin ga jelas
karena kekurangan dana. Ya udah saya pamit, syukur-syukur bapak cerdas bisa
ngerubah keputusannya. Kan bisa sama-sama untung (sambil memakai kacamata dan
keluar dari Rumah Fajar).
Anindya: Sabar ya pak! (sambil menaruh prihatin
terhadap suaminya).
Scene
24
Durasi :
Tempat :
Kampus
Kostum :
Arvi sangat menikamti masa-masa kuliahnya, dia tidak
melewati sedetikpun waktu dengan sia-sia. Di tingkat kampus bahkan Universitas,
dia dikenal sebagai salah satu mahasiswa yang berprestasi. Tak sedikit wanita
yang menaruh hati padanya. Kendati demikian dia tetap focus untuk mengejar
cita-citanya tak terbesit sedikitpun baying-bayang wanita di pikirannya.
Scene
25
Durasi :
Tempat :
Kampus dan Kos Arvi
Kostum:
Pingkan dan Arvi satu jurusan, intesitas pertemuan
merekapun sangat sering dan hampir setiap hari, tak jarang Pingkan berkunjung
ke kos Arvi hanya untuk sekedar belajar dan mengerjakan tugas bersama. Namun
lebih dari itu Pingkan memiliki maksud terpendam yang lain.
3
TAHUN KEMUDIAN
Scene
26
Durasi :
Tempat :
Rumah Arvi
Kostum :
Taufiq berinisiatif berkunjung ke Rumah Arvi untuk
melihat keadaan Ibunya Arvi. Bagi Taufiq, Ibunya Arvi sudah seperti ibunya
sendiri begitu pula sebaliknya. Semenjak Arvi menempuh pendidikan di Kota,
Taufiqlah yang setia mengunjungi dan melihat keadaan ibunya Arvi.
Taufiq :
Assalamu’alaykum
Inas :
Wa’alaykum salam. Eh Taufiq, sini masuk.
Ibunya Arvi mempersilahkan Taufiq duduk.
Taufiq : Bu,
Arvi kapan pulang sih? Ko tuh orang ya sombong bgt yo.
Inas :
Maklum kemarin dari suratnya, dia lagi sibuk le nyusun skripsi.
Taufiq : Yah padahal udah mau pamer nih tentang
Safira. Siapa suruh dia ke Kota, ga ketemu cewe cantik kan.
Inas : Heh
Ko ngelamun?
Taufiq : Eh
engga bu (tersentak kaget). Gimana Ibu udah baikan belum? Apa tak susul Arvi
aja ya Bu bilang kalo Ibu lagi sakit.
Inas :
Jangan. Biar Arvi konsentrasi sama skripsinya (batuk sambil memegangi dadanya
yang sakit)
Taufiq :Yaudah
aku pulang dulu ya. Ibu jangan lupa istirahat. Assalamu’alaykum (beranjak
pergi).
Inas :
Wa’alaykum salam.
Scene
27
Durasi :
Tempat :
Kamar Arvi
Kostum:
Angin malam menusuk jiwa-jiwa sepi yang merindukan kampung
halaman. Di sudut jendela, di bawah temaramnya bulan Arvi memandangi foto Ibu
dan Adiknya.
Arvi : Bu,
sebentar lagi Arvi wisuda. Tunggu Arvi ya bu, membawa kebanggaan buat Ibu.
Arvi terus menatap lirih foto ibu dan adiknya. Nampak
sebuah kerinduan yang sudah sampai titik klimaks.
4
BULAN KEMUDIAN
Scene
28
Durasi :
Tempat :
Kostum :
Suatu malam Pingkan sudah menyusun janji dengan Arvi
untuk makan malam bersama di sebuah Restaurant. Tempat yang akan menjadi saksi
pernyataan perasaan Pingkan yang sudah terpendam selama hampir 4 tahun.
Arvi :
Ping, tumben ngajak aku makan di tempat kaya gini?
Pingkan: Soalnya aku mau ngerayain hari special,
wisuda kamu. Selamat ya Vi, kamu hebat.
Arvi :
Biasa aja ko Ping, berlebihan deh (tersenyum malu)
Pingkan: Oya vi setelah ini rencana kamu ke depan apa?
Arvi :
Yang jelas aku harus kerja Ping. Percuma kan kalo ilmu ga dimanfaatin
(menyendok makanan yang ada di depannya).
Pingkan: Gimana kalo kerja di kantor papaku aja?
(antusias menunggu jawaban Arvi)
Arvi : Aku
udah terlalu banyak ngerepotin. Sekarang waktunya aku pulang ke desaku Ping.
Mendengar ucapan Arvi yang berniat hendak balik ke kampung
halamannya, Pingkan pun tersontak kaget seperti ada petir yang tengah menyambar
perasaannya.
Pingkan: Pu…lang? Kenapa ga kerja di sini aja?
Arvi :
Engga Ping, tempatku bukan di sini. Udah terlalu banyak orang-orang hebat yang
mengabdikan diri mereka di sini. Sedangkan desaku, siapa yang bakal peduli
dengan tempat itu? Ini saatnya aku harus bisa berguna. Desaku butuh aku, Ping.
Pingkan: Kalo emang itu keputusanmu, aku pasti dukung
(tersenyum palsu).
Arvi : Aku
ga akan ngelupain kebaikan kamu sama keluargamu. Semoga hubungan pertemanan
kita terus terjaga ya.
Pingkan: Pertemanan?
Arvi :
(mengangguk dengan senyum ketulusan seorang teman)
Pingkan hanya bisa membalas senyum Arvi dengan Nanar.
Betapa hancur hatinya malam itu karena dua kenyataan yang sulit untuk diterima.
Kenyataan akan berpisah dengan pria yang selama ini membuatnya menarik diri dan
menutup hatinya dari pria lain serta kenyataan bahwa perasaannya tak selaras
dengan perasaan pria di depannya. Malam itu, makan malam yang hambar bagi
Pingkan sekalipun orang special yang tengah makan malam dengannya.
Scene
29
Durasi :
Tempat :
Kamar Kos Arvi
Kostum:
Napasnya tersengal-sengal. Mimpi tentang keadaan
wanita yang teramat dia cintai dan hormati itu membuat napas dan keringatnya
saling berburu satu sama lain. Kini Arvi tidak dapat membendung keinginannya
untuk bertemu dengan Ibu dan Adiknya. Hingga dia memutuskan untuk kembali ke desanya
pagi hari.
Arvi :
Astagfirullah, ternyata mimpi (mengelus dada). Bu, Arvi pasti pulang. Semoga
Ibu sama Fera selalu baik di sana (ucapnya lirih).
Scene
30
Durasi :
Tempat :
Pinggir Pantai
Kostum :
Pantai merupakan tempat favorit yang sering dikunjungi
Fera. Hampir setiap pagi bila ada waktu luang dia tidak pernah menyianyiakan
udara dan pemandangan laut lepas yang bisa membawa sensasi ketenangan sendiri
untuknya. Saat pikirannya tengah asyik bernari-nari dengan lambaian angin dan
deburan ombak yang menjadi satu membentuk harmoni, tepat di belakangnya berdiri
sosok kakak yang selama ini menciptakan ruang kerinduan tersendiri di hatinya.
Sekalipun tidak bertemu selama hampir 4 tahun Arvi tetap ingat dengan kebiasaan
adiknya yang gemar menikmati indahnya langit pagi dan sore di pantai.
Arvi :
Ehm, pagi-pagi gini udah di sini pasti belum mandi ya?
Suara pria yang tak asing dan berhasil menciptakan
kerinduan bagi Fera sontak membuat dia membalikkan badannya secara cepat untuk
melihat sumber suara. Tepat di belakangnya dia menangkap sosok yang selama ini
sangat dinantikan kehadirannya.
Fera :
Kakaakkk‼! (memanggilnya dengan histeris)
Arvi tersenyum manis sedangkan adiknya hanya dapat
diam terperanjat karena kehadirannya. Mata Fera menyiratkan kebahagiaan dan
ketidak percayaan atas apa yang tengah dilihatnya dan otaknya terus berusaha
bekerja keras mepercayai penglihatannya.
Scene
31
Durasi :
Tempat :
Rumah Arvi
Kostum:
Fera : Bu,
Ibu tebak siapa yang datang (terus berteriak sambil mencari keberadaan ibunya)
Inas :
Kenapa ndo teriak-teriak gini? Emang siapa yang datang?
Fera :
(tersenyum dan menoleh ke arah luar)
Ibunya mengikuti setiap pergerakan mata Fera hingga
mendapati seorang pria yang masuk dan tak lain adalah Arvi. Keterkejutan yang
Fera alami, kini pindah ke Ibunya. Betapa senangnya dia melihat anaknya yang
sangat dia rindukan pulang ke rumah.
Scene
32
Durasi :
Tempat :
Rumah Arvi
Kostum :
Keesokan harinya
Arvi tengah bersantai menikmati udara pagi desanya.
Walaupun bersantai pikirannya terus mengembara memikirkan nasib keluarganya.
Dia dihadapkan dengan keadaan ibunya yang semakin sering sakit dan adiknya yang
butuh biaya untuk melanjutkan sekolahnya.
Arvi : Aku harus segera dapet kerja buat biaya
berobat Ibu. Fera juga harus ngelanjutin sekolahnya. Tapi pekerjaan apa di
tempat ini? (melamun, ekspresinya kosong).
Scene
33
Durasi
Tempat :
Pelabuhan
Kostum:
Taufiq : Tuh
kan Vi, percuma toh kamu kuliah tinggi-tinggi. Kalo ujung-ujungnya susah cari
kerja (berdiri sambil bertolak pinggang).
Taufiq : Nah
tuh kamu tau, lulusan kuliah tinggipun ga akan guna Vi di desa ini.
Arvi :
Kalo kamu terus mikir kaya gitu gimana desa kita bisa maju Fiq, SDM nya aja
udah pada pasrah dan ga peduli. Semua itu butuh proses. Lulusan sekolah tinggi
pun ga langsung harus nempatin jabatan yang enak kan, jabatan juga bukan tujuan
akhir dari pendidikan. Tapi gimana kita bisa berguna buat orang lain dengan
ilmu yang kita punya.
Taufiq : Oke
oke, aku tau pekerjaan yang bisa kamu lakuin buat saat ini cuma…
Scene
34
Durasi :
Tempat :
Pelabuhan
Kostum:
Kini Arvi mendapatkan pekerjaan menjadi kuli di
Pelabuhan seperti Taufiq. Karena dia ingin mengumpulkan uang untuk biaya
berobat dan pendidikan adiknya, Arvi bekerja dengan keras. Rasa lelah seperti
sudah menyerah membuntuti Arvi yang terus bekerja. Tak sedetikpun waktu yang
dia lewatkan untuk berleha-leha kecuali sesekali dia memberikan hak atas
tubuhnya untuk beristirahat walaupun hanya dalam hitungan kurang dari 10 menit.
Saat yang lainnya beristirahat dia tetap bekerja hingga apa yang Arvi lakukan
mencuri perhatian Safira ketika sedang mengawasi Pelabuhan. Pandangan Safira
tak sedikitpun merubah arahnya dari sosok Arvi.
Scene
35
Durasi :
Tempat :
Pelabuhan
Kostum:
Safira :
Sekarang jam istirahat. Kamu ga mau istirahat? (menghampiri Arvi yang sedang
bekerja)
Suara Safira membuat Arvi menoleh ke arahnya. Entah
apa yang kini membuat Arvi terdiam dan terpaku melihat wanita yang belum dia
kenal sampai akhirnya dia tersadar dari kekaguman atas salah satu makhluk
ciptaan Nya.
Arvi :
Ehh,,
Safira :
Kenalin aku Safira pengawas sementara Pelabuhan ini.
Arvi :
Saya Arvi Bu, kuli baru di sini.
Safira : Engga
usah kaku gitu kali, aku temennya Taufiq ko. Panggil aku Safira aja.
Arvi :
(mengangguk)
Safira : Aku
perhatiin, dari kemarin kamu ga pernah istirahat dan cuma berhenti kalo waktu
sholat. Kamu ga capek?
Arvi :
(menggeleng sambil tersenyum)
Safira : Aku
udah denger cerita tentang kamu dari Taufiq. Ternyata di jaman sekarang masih
ada pemuda pekerja keras kaya kamu ya.
Sanjungan Safira membuat Arvi membumbung tinggi. Ada
perasaan bahagia lain yang Arvi rasakan mendengar ucapan Safira.
Scene
36
Durasi :
Tempat :
Pelabuhan
Kostum:
Dari hari ke hari Arvi dan Safira menjadi semakin
dekat. Ketika Arvi bekerja, Safira sering memperhatikannya diam-diam hingga
langitpun tak tahu Safira mencuri pandang kepadanya. Sesekali pandangan mereka
beradu yang membuat mereka salah tingkah.
Scene
37
Durasi :
Tempat :
Pelabuhan
Kostum:
Safira semakin sering membawakan makanan untuk Arvi
karena melihat dia yang sering sekali mengabaikan kondisi perutnya ketika sudah
bekerja. Taufiq hanya bisa ternganga miris menyaksikan pemandangan di depannya.
Scene
38
Durasi :
Tempat :
Pelabuhan
Kostum:
Kini Arvi dan Safira menjadi semakin dekat seperti
kedekatan Safira dan Taufiq. Hanya saja kedekatan ini berbeda dari sebelumnya,
kedekatan yang dilandaskan dengan kekaguman pada awalnya yang kini menjelma
menjadi sebuah perasaan lain yang mendatangkan getar-getar aneh di kedua hati
mereka. Mereka pun menjadi lebih sering bercerita dan tukar pikiran satu sama
lain. Masalah pelabuhan juga tak luput Safira ceritakan kepada Arvi.
Arvi :
Emang ya jaman sekarang uanglah yang lebih penting dari segalanya sampe mereka
tega menggadaikan kehidupan orang lain kaya gitu (sambil memegang rantang
berisikan makanan yang Safira buatkan untuknya).
Safira :
Kondisi Pelabuhan selama 4 tahun ini ga mengalami kemajuan yang berarti Vi
(menatap kosong).
Arvi prihatin melihat kesedihan wanita yang kini
namanya sudah mengisi hati dan pikirannya.
Scene
39
Durasi :
Tempat :
Rumah Safira
Kostum:
Diam-diam Arvi menaruh kepedulian mendalam tentang
kondisi Pelabuhan di desanya. Atas inisiatifnya dia turut memikirkan cara-cara
untuk menyelamatkan keadaan Pelabuhan dan menyampaikan cara sederhana namun brilliant itu kepada Pak Fajar melalui
surat yang sering dia kirimkan secara sembunyi-sembunyi ke rumah Pak Fajar.
Awalnya apa yang Arvi lakukan membuat Pak Fajar dan keluarganya bingung, namun
Fajar tetap melakukan cara-cara sederhana yang muncul dari otak seorang anak
pantai genious dan selama ini tidak
pernah terpikir olehnya. Pak Fajar terus melakukan langkah demi langkah secara
sabar hingga suatu waktu keadaan dan kondisi lingkungan sekitar Pelabuhan
semakin membaik.
Scene
40
Durasi :
Tempat :
Pinggir Pantai
Kostum:
Safira menceritakan tentang orang misterius yang telah
membantu ayahnya menyelesaikan masalah Pelabuhan kepada Arvi tanpa tahu bahwa
orang itu adalah orang yang tengah dia ajak bicara.
Safira :
Keluargaku sangat berterima kasih sama dia. Seandainya kita tau siapa orang
itu, papa mau memberikan sesuatu yang emang pantas orang itu terima. Sayangnya
kita engga tau.
Arvi : Aku
yakin orang itu ga mengharapkan apa-apa karena dia ngirimnya emang diam-diam.
Keadaan Pelabuhan terutama penyelesaian Rob yang sudah baik aja udah cukup
baginya.
Scene
41
Durasi :
Tempat :
Rumah Safira
Waktu :
Pagi ini Arvi kembali mengirimkan surat untuk Pak
Fajar tanpa sengaja Safira melihat Arvi yang tengah memasukkan secarik kertas
ke dalam kotak surat rumahnya.
Safira : Arvi!
(nada terkejut)
Arvi menoleh ke samping dan melihat Safira yang sudah
mengetahui aksinya sekarang. Safira berlari kecil menuju Arvi.
Safira : Kamu
ngapain disini? (melihat kotak surat)
Arvi :
Emmm aku, aku lagi,,,
Safira :
Jangan-jangan kamu si pengirim surat misterius itu?
Arvi :
(tertunduk tanpa bisa berucap sedikitpun)
Safira : Kamu
harus ketemu sama Papa.
Scene
42
Durasi :
Tempat :
Rumah Safira
Waktu :
Arvi hanya bisa diam dan tertunduk berada di dalam
rumah Safira dan dikelilingi oleh keluarga Safira.
Fajar : Jadi
kamu orang genious yang sudah
membantu saya? Saya sangat berhutang sama kamu nak.
Arvi :
Tidak Pak, itu emang udah menjadi tanggung jawab saya juga atas keadaan tanah
kelahiran saya sendiri.
Fajar : Apa
yang kamu inginkan? Katakan saja.
Arvi :
Saya tidak ingin apa-apa Pak. Bagi saya bisa berguna buat orang lain itu sudah
membuat saya sangat senang.
Tiba-tiba Ayunda datang.
Ayunda :
Assalamu’alaykum. Sepada,, Any body home? (melongokkan kepalanya ke pintu)
Melihat ada sekumpulan orang di Rumah Fajar, Ayunda
segera masuk tanpa dipersilahkan dan melihat sosok anak muda 4 tahun silam yang
dia sukai.
Ayunda :
Loh kamu kan berondong kece yang waktu itu.
Arvi :
(tertunduk menghindari Ayunda)
Ayunda segera duduk di samping Arvi dengan menyuruh
Safira untuk pindah. Safira dan keluarganya hanya bisa terheran-heran melihat
tingkah Ayunda.
Fajar : Mau
apa lagi Ibu ke sini?
Ayunda :
Jangan panggil ibu dong (sambil tersenyum melirik Arvi). Gimana Pak sama
penawarannya? Udah 4 tahun lebih loh saya nungguin keputusan bapak, kurang baik
apa coba. Saya jamin kalo bapak setuju kita pasti sama-sama untung.
Fajar : Lebih
baik Ibu mencari tempat investasi lain. Karena sedikit demi sedikit Pelabuhan
ini sudah membaik karena ide dari anak ini (menunjuk ke arah Arvi), Rob yang
terjadi di sini juga sudah mulai bisa kita atasi jadi tidak terlalu mengganggu
aktivitas Pelabuhan.
Ayunda :
Apa? Baru kali ini saya ditolak terus sama orang-orang sombong kaya kamu yang
pura-pura ga doyan duit. Kita liat aja sampe kapan keadaan Pelabuhan bisa
bertahan. Pasti kamu nyesel senyesel-nyeselnya (mengetuk meja dengan kipas di
tangannya)
Reflek karena luapan emosinya Ayunda bangkit dari
tempat duduk dan hendak pergi namun niatnya dia urungkan. Ayunda kembali ke
tempat duduk dan menenggak segelas air yang sebenarnya disediakan untuk Arvi.
Ayunda :
Assalamu’alaykum (mengibaskan kipasnya).
Scene
43
Durasi :
Tempat :
Depan Rumah Safira
Kostum :
Safira mengantar Arvi hingga depan rumahnya dengan
perasaan kesenangan yang sangat sulit dilukiskan. Di depan Arvi hendak mengajak
Safira bertemu besok sore di pinggir pantai.
Arvi :
Fir, emm apa kamu ada waktu besok sore? Aku mau ketemu kamu di pantai.
Safir : Ada
(tersenyum)
Arvi : Aku
tunggu kamu di pantai jam 5 sore ya.
Safir :
(mengangguk)
Scene
44
Durasi :
Tempat :
Pantai
Kostum:
Riak ombak menambah riuh suara hati Arvi. Setiap detik
yang berlalu menambah intensitas degupan jantungnya. Hari ini hari dimana Arvi
akan menyatakan perasaan yang sudah menyita waktunya sejak 5 bulan yang lalu.
Semuanya sudah dia persiapkan dengan rapi, memang tidak ada persiapan yang
benar-benar istimewa. Hanya ada seikat bunga liar di genggamannya. Kendati
demikian tidak menutupi kecantikkan bunga itu sedikitpun. Nampaknya Arvi
terlalu cepat dating ke tempat yang akan menjadi saksi pernyataan cintanya ke
Safira. Satu jam sudah berlalu, Safira dating dengan rok bunga-bunga yang
sangat manis dipakainya dengan senyum yang merekah di sudut bibirnya. Arvi
terperanjat kaku melihat Safira yang benar-benar sangat cantik. Setiap langkah
Safira membuat jaraknya semakin dekat dengan Arvi, semakin meningkat pula
kegugupan yang Arvi alami.
Safira : Ada
apa Vi ngajak aku ketemu disini? (tersenyum)
Arvi :
Aku, aku (menarik napas panjang dan menenangkan diri). Aku bukan orang yang
pintar berbasa-basi Fir. Di tempat ini, biarlah Allah dan ciptaan Nya menjadi
saksi atas pengakuanku yang udah mencintaimu sejak awal. Ini buat kamu
(menyerahkan seikat bunga liar).
Safira menerimanya dengan muka yang memerah karena
tersipu malu mendengar ucapan Arvi.
Arvi : Aku
tau, itu Cuma seikat bunga liar bukan seikat mawar merah yang cantik. Tapi
bunga liar itu melambangkan cintaku yang terlalu kuat seperti bunga-bunga itu
yang tetap tumbuh bertahan sekalipun ditempat dan tanpa perawatan sesempurna
mawar. Itulah cintaku buat kamu Fir.
Wajah Safira semakin memerah. Dia hanya diam membisu
merasakan kenikmatan surge dunia yang kini tengah dia rasakan.
Arvi :
Will you marry me? (menatap dalam menembus sekat-sekat hati dan pikiran Safira)
Safira :
(mengangguk)
Langit sore itu menjadi saksi bisu cinta dua anak adam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar